Friday, August 14, 2009

Bilal Dalam Sholat Taraweh

Dalam praktik sholt taraweh di sebagian saudara kita muslim, kita sering menjumpai adanya seseorang yang menirukan dan mengumandangkan bacaan-bacaan tertentu pada saat maupun disela-sela sholat Taraweh (Bilal). Berkaitan dengan ini dasar hukum baik dari Al-Qur'an atau pun As-Sunah tentang masalah 'bilal' pada shalat tarawih belum ditemukan. Istilah 'bilal' sendiri adalah istilah yang juga kurang tepat. Karena Bilal adalah nama shahabat Rasulullah SAW yang sangat terkenal ditugaskan untuk mengumandangkan adzan shalat 5 waktu. Tetapi orang yang mengumandangkan adzan disebut dengan istilah muadzdzin, bukan bilal. Istilah tersebut lebih tepat untuk digunakan bagi orang yang bertugas mengumandangkan azan. Istilah muadzdzin adalah bentuk isim fail dari kata dasarnya azzana - yuazzinu. Kenapa disebut bilal, mungkin karena apa yang dikumandangkan dalam shalat tarawih itu bukan adzan dan bukan pula iqamah. Lalu dicarikan nama yang ada kaitannya. Lalu istilah bilal itulah yang digunakan. Di sisi lain, kita pun tidak menemukan adanya masyru'iyah (dasar pensyariatan) untuk mengumandangkan lafaz-lafaz tertentu pada sela-sela shalat tarawih. Baik berupa shalawat atau syair pujian lainnya. Baik dilakukan sendiri-sendiri ataupun secara berjamaah. Jangankan urusan bacaan di sela-sela shalat tarawih, sedangkan masalah jumlah bilangan rakaat tarawih sendiri pun kita tidak menemukan dalil yang sharih dan lugas yang langsung dari Rasulullah SAW. Sehingga, sekedar menetapkan jumlah bilanngan rakaatnya pun, para ulama telah berbeda pendapat dengan bahan perdebatan yang teramat panjang dan tidak ada habisnya. Jadi shalat tarawih itu bila tanpa adanya bilal di tengah-tengahnya yang melantunkan lafadz-lafadz itu justru lebih dekat kepada sunnah. Tetapi agaknya memang begitulah umumnya pemahaman ibadah di masyarakat kita. Masih terlalu banyak hal-hal yang di luar konteks sunnah, tapi kemudian seolah menjadi bagian dari agama. Tugas kita untuk secara ihsan memperkenalkan tuntunan ibadah sesuai sunnah. Lalu menjelaskan mana yang termasuk dalam bagian sunnah itu dan mana pula yang tidak ada dasar masyru'iyahnya. Namun tentu saja semua itu harus kita lakukan dengan menghindari cara-cara yang arogan atau terkesan sok tahu, agar tidak terjadi kehebohan di tengah masyarakat. Kita perlu untuk sekarang ini memberikan penerangan dengan cara yang baik, tidak terkesan menggurui serta asal menyalahkan orang lain. Sebab yang demikian itu bukanlah sikap yang bijaksana bagi seorang da‘i. Dan untuk itu maka kajian tentang ilmu-ilmu ke-Islaman secara umum dan tentang fikih ibadah secara lebih khusus perlu digalakkan di setiap majelis taklim dan di masjid-masjid agar kita bisa menjalankan ibadah sesuai dengan tuntunan Rasulullah SAW. Wallahu A'lam bishawwab. Diolah dari beberapa sumber Artikel Lain: 1. Jabat Tangan setelah sholat 2. Asmaul Husna 3. Sholat sunat saat Matahari terbit dam Tenggelam 4. Manfaat Tahajud dalam Kesehatan 5. Menentukan waktu Sholat di Kutub Utara/Selatan 6. Tempat terlarang untuk Sholat 7. Cara Menjamak Sholat

0 comments:

Template by : kendhin x-template.blogspot.com