Wednesday, September 16, 2009

Bersetubuh dengan Istri yang Sudah Ditalak dan Cara rujuk dengan yang sudah ditalak

Berhubungan badan dengan mantan istri yang telah ditalak satu, bisa jatuh hukum sebagai rujuk, terutama bila diiringi dengan niat untuk merujuknya. Tapi bila tanpa niat untuk merujuknya, menurut As-Syafi'iyah merupakan hal yang diharamkan, sebab hubungan mereka bukan suami-isteri.
Namun lebih detailnya, kita dapati bahwa para ulama berbeda-beda pendapat dalam hal ini. Seluruh ulama sepakat menyatakan bahwa bila talak satu telah dijatuhkan, maka masih ada kesempatan untuk melakukan rujuk antara suami istri. Rujuknya ada 2 cara.
Pertama, rujuk yang harus dengan nikah ulang. Yaitu bila terlambat untuk melakukan rujuk hingga isteri selesai dari masa iddahnya. Maka haruslah suami mengajukan lamaran lagi dari awal, kemudian membayar mas kawin baru, lalu melakukan kembali akad nikah dengan wali yang disaksikan oleh minimal 2 orang saksi laki-laki yang adil.
Kedua, rujuk begitu saja tanpa ada nikah ulang. Ini boleh dilakukan asalkan masih dalam masa iddah isteri, yaitu selama tiga kali masa suci dari haidhnya. Ketetapan ini telah dipastikan oleh Allah SWT langsung di dalam firman-Nya:
Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri tiga kali quru' . Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka menghendaki ishlah. Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf.
Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya . Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS Al-Baqarah: 228) Namun para ulama berbeda pendapat tentang teknis rujuk yang masih dalam masa iddah ini, sebagian mengatakan cukup dengan melakukan persetubuhan saja, sebagaian lain mengatakan harus dengan niat yang mengiringi di dalam hati. Sebagian lainnya lagi mengatakan cukup dengan percumbuan di antara keduanya tanpa harus bersetubuh.
Berikut ini keterangan lebih detailnya sebagaimana tercantum dalam kitab Al-Mausu'ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah. Al-Hanafiyah cenderung mengatakan bahwa rujuk itu sah dilakukan walau tanpa niat sekalipun. Bila seorang laki-laki tanpa niat untuk merujuk melakukan hubungan seksuali dengan wanita yang telah diceraikannya, maka tindakannya itu sudah sah secara hukum sebagai penetapan rujuknya mereka. Tentu saja selama wanita yang ditalak itu masih dalam masa iddahnya. Pendapat ini menambahkan meski pun hanya sekedar meraba atau menyentuh, termasuk menciumnya baik di bibir, pipi, kening atau dahi, sudah sah sebagai rujuk. Bahkan meski ketika menciumnya dengan cara mencuri-curi, atau ketika mantan istrinya itu sedang tidur, atau tidak mau, atau pun dalam keadaan tidak sadar, seperti gila atau ideot. Dan tindakan itu sama saja baik dilakukan dengan syahwat atau pun tidak, tetap sah sebagai rujuk. Syaratnya hanyalah asal suami melakukannya dan dia mengakui secara sengaja melakukannya.

As-Syafi'iyah lebih cenderung kepada pendapat yang mensyaratkan adanya niat di dalam hati suami untuk rujuk, di mana niat itu mendampingi tindakan-tindakannya. Tapi kalau hanya sekedar melakukan percumbuan begitu saja tanpa ada niat di dalam hati untuk rujuk, maka belum sah sebagai rujuk. Bahkan meski sampai terjadi persetubuhan di antara mereka berdua, tetap belum dikatakan rujuk, bila suami tidak berniat untuk rujuk. Dan bila sampai demikian, hal itu merupakan tidakan yang diharamkan karena ada pembatas talak di antara keduanya. Untuk itu, cukuplah di dalam hati suami berniat untuk merujuknya, maka wanita mantan istri yang sudah dijatuhi talak satu itu otomatis menjadi halal kembali saat itu juga.

Al-Hanabilah dalam salah satu riwayat pendapatnya mengatakan bahwa asalkan sudah terjadi persetubuhan antara mantan suami istri itu dalam masa 'iddah, maka resmilah rujuk terjadi di antara mereka. Meski pun saat bersetubuh itu, suami belum berniat untuk merujuknya. Tapi kalau baru sekedar mencium atau menyentuhnya dengan nafsu syahwat, belum termasuk rujuk. Namun dalam riwayat lainnya, ciuman dan sentuhan itu sudah dianggap sebagai bentuk rujuk.
Dikutib dari sebuah sumber (anonymous)
Silakan baca:

  1. Antara taaruf dengan Khitbah 
  2. Menikah dengan pezina dan apakah anak mendapat warisan? 
  3. Tata cara meminang 
  4. Hukum menikahi wanita yang sudah hamil

0 comments:

Template by : kendhin x-template.blogspot.com