Thursday, December 31, 2009

Orang Mengaku Keturunan Rasulullah, bagaimana?

Menghormati Rasulullah SAW dan keluarganya adalah bagian dari perintah dalam agama Islam. Bahkan di dalam bacaan tahiyat dalam shalat kita, sebenarnya kita telah menyampaikan penghormatan, salawat dan salam kepada keluarga Rasululullah SAW. Allahumma shalli ala Muhammad wa 'alaa aali Muhammad. Ya Allah, sampaikanlah shalawat kepada Muhammad dan kepada keluarganya.
Yang termasuk keluarga Muhammad SAW adalah kelurga Ali bin Abi Thalib ra, keluarga Al-Abbas bin Abdil Mutthalib ra, keluarga Ja'far bin Abi Thalib ra, keluarga 'Aqil dan keluarga Al-Harits bin Abdil Muththalib ra. Sedangkan istri-istri nabi menurut jumhur ulama tidak termasuk keluarga Nabi SAW, sebagaimana dikatakan oleh Abul Hasan Al-Batthal dalam syarah Shahih Al-Bukhari. Maksudnya, mereka tidak termasuk kategori keluarga nabi SAW yang diharamkan menerima harta zakat.
Sebagaimana kita ketahui bahwa mereka yang termasuk 'ahlul bait' atau keluarga nabi SAW, telah diharamkan untuk menerima zakat. Dalam hal ini Ibunda mukminin, Asiyah ra. pernah mengatakan,"Sesungguhnya kami keluarga Muhammad tidak dihalalkan memakan harta sedekah (zakat)."

Para imam mazhab yang empat, Abu Hanifah, Malik, Syafi'i dan Ahmad, sepakat mengharamkan ahli bait nabi untuk menerima harta zakat. Sebab dalil yang mengharamkannya sangat kuat. Rasulullah SAW bersabda,"Wahai Bani Hasyim, sesungguhnya Allah SWT telah mengharamkan atas kalian 'hasil cucian' manusia dan kotorannya (maksudnya: harta zakat). Dan Allah menggantinya dengan khumus (1/5) dari khumus (maksudnya: harta rampasan perang)."

Wednesday, December 30, 2009

Perhitungan Waris dari harta Isteri yang Meninggal (saudara istri apakah mendapatkan bagian)

Misalnya sepasang suami istri memiliki dari hasil tabungan bersama (50%-50%) . Kemudian istri meninggal maka suami harus menghitung ulang, berapakah jumlah uang dari pihak istri. Kemudian harta dari istri itulah yang harus dibagi kepada ahli warisnya. Sedangkan uang yang bersumber dari suami, tidak perlu dibagi waris, karena uang itu milik suami yang masih hidup.

Ahli Waris
Orang-orang yang mendapatkan warisan dari istri adalah
1. Suami (1/4 bagian dari total harta yang dibagi waris).
2. Ayah kandung bila masih ada, yaitu ayah dan ibu almarhumah, kalau mereka memang masih hidup (masing-masing akan mendapat bagian 1/6 dari total harta). Tentu harta itu di luar dari 50% harga rumah bila memang uangnya masih milik ayahanda almarhumah.
3. Sisanya akan menjadi hak anak laki dan perempuan, (anak laki akan mendapat bagian yang besarnya 2 kali lipat dari anak perempuan).

Kalau seandainya istri anda masih punya saudara maka kedudukan mereka terhalangi (mahjub) karena adanya anak laki-laki dari almarhumah. Sehingga ada atau tidak ada saudara, mereka tidak akan mendapatkan warisan darinya. Demikian juga bila si istri punya paman, kakek atau nenek, maka posisi mereka terhalangi (mahjub) oleh adanya ayahanda almarhumah. Sehingga mereka tidak akan mendapatkan warisan dari almarhumah.

Silakan baca:
1. Menikah dengan pezina
2. Terapi penyakit dengan ayat Al Qur'an
3. Tata cara sebelum tidur



Warisan dari Orang Tua yang Non Muslim, Bolehkah?

Ada dua pendapat berkaitan dengan warisan kepada dan dari Muslim – non muslim:

Pendapat yang Tidak Membolehkan
Seorang muslim tidak dapat mewarisi ataupun diwarisi oleh orang non muslim, apa pun agamanya. Maka seorang anak tunggal dan menjadi satu-satunya ahli waris dari ayahnya, akan gugur haknya dengan sendiri bila dia tidak beragama Islam. Dan siapapun yang seharusnya termasuk ahli waris, tetapi kebetulan dia tidak beragama Islam, tidak berhak mendapatkan harta warisan dari pewaris yang muslim. Hal ini telah ditegaskan Rasulullah saw. dalam sabdanya:
Tidaklah berhak seorang muslim mewarisi orang kafir, dan tidak pula orang kafir mewarisi muslim. (Bukhari dan Muslim)
Jumhur ulama berpendapat demikian, termasuk keempat imam mujtahid, yaitu Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Asy-syafi'i dan Imam Ahmad bin Hanbal.

Pendapat yang Membolehkan
Namun sebagian ulama yang mengaku bersandar pada pendapat Mu'adz bin Jabal r.a. yang mengatakan bahwa seorang muslim boleh mewarisi orang kafir, tetapi tidak boleh mewariskan kepada orang kafir. Alasan mereka adalah bahwa Al-Islam ya'lu walaayu'la 'alaihi (unggul, tidak ada yang mengunggulinya).

Wednesday, December 23, 2009

Sholat Sunah Sebelum Sholat Jum'at

Melakukan shalat sunnah sebelum shalat Jum'at memang ada dalilnya. Bahkan derajat haditsnya pun dikatakan sebagian ulama berderajat shahih.
Dari Ibni Umar ra. bahwa Rasulullah SAW melakukan shalat sunnah sebelum Jumat dengan panjang. Dan melakukan shalat sunnah 2 rakaat sesudah shalat Jumat. Dan disebutkan bahwa Rasulullah SAW melakukan itu. (HR Abu Daud)

Hadits Ibnu Umar ini disebutkan oleh Al-Iraqi punya isnad yang shahih. Hadits ini dalam bentuk yang berbeda juga diriwayatkan oleh Muslim, At-Tirmizy, An-Nasai, Ibnu Majah. An-Nasai meriyawatkan tanpa lafadz "memanjangkan shalat sebelum Jumat." Lihat Kitab Nailul Authar jilid 3 halaman 288.

Namun memang ada sebagian kalangan yang mengingkari adanya masyru'iyah shalat sunnah sebelum Jum'at. Bahkan mereka agak keterlaluan dalam mengingkarinya. Kalau kita telusuri latar belakang pengingkaran mereka atas hal itu, ternyata landasannya adalah bahwa dahulu Rasulullah SAW dianggap tidak pernah melakukannya. Sebab Rasulullah SAW itu adalah khatib Jumat dan beliau begitu tiba di masjid langsung naik mimbar untuk berkhutbah. Dan bila imam sudah datang maka shalat sunnah berhenti.

Namun para ulama terkemuka di masa lalu banyak yang justru melakukan shalat sunnah sebelum shalat Jumat. Di antaranya adalah Al-Imam Abu Hanifah, Al-Imam Malik, Al-Imam Asy-syafi'i rahimahumullah. Bahkan As-Syafi'i mengatakan bahwa shalat sunnat sebelum Jum'at itu tetap berlaku baik sebelum istiwa maupun sesudahnya (zawal) hingga imam datang.

silakan yang ingin mengoreksi...

Anonymous


1. Sholat jumat hanya dua orang di negeri muslim?
2. Keistimewaan hari jum'at dan kiamat
3. Lebih utama sholat tahiyatul masjid ataukah mendengarkan adzan?
4. Cara sholat gerhana

Sejarah pembangunan Ka'bah dan mengapa sholat menghadap kiblat? (Apakah menyembah ka'bah)

Shalat menghadap kiblat sebenarnya merupakan sejarah yang paling tua di dunia. Bahkan jauh sebelum manusia diciptakan di bumi, Allah SWT telah mengutus para malaikat turun ke bumi dan membangun rumah pertama tempat ibadah manusia. Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekkah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia . (QS. Ali Imran : 96). Lalu para malaikat itu bertawaf di sekeliling ka’bah itu hingga datangnya nabi Adam dan istrinya Hawwa di wilayah itu. Sampai mereka beranak pinak dan memenuhi muka bumi.
Konon di zaman Nabi Nuh as, ka’bah ini pernah tenggelam dan runtuh bangunannya hingga datang masa Nabi Ibrahim as bersama anak dan istrinya ke lembah gersang tanpa air yang ternyata disitulah pondasi ka’bah dan bangunannya pernah berdiri. Lalu Allah SWT memerintahkan keduanya untuk mendirikan kembali ka’bah di atas bekas pondasinya dahulu. Dan dijadikan ka’bah itu sebagai tempat ibadah bapak tiga agama dunia. Dan ketika Kami menjadikan rumah itu (ka’bah) tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman. Dan jadikanlah sebahagian maqam Ibrahim tempat shalat. Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail: "Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang thawaf, yang i'tikaf, yang ruku' dan yang sujud". (QS 2:125). Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh, (QS. Al-Hajj : 27).
Dimasa Nabi Muhammad, awalnya perintah shalat itu ke Baitul Maqdis di Palestina. Namun Rasulullah SAW berusaha untuk tetap shalat menghadap ke ka’bah. Caranya adalah dengan mengambil posisi di sebelah selatan ka’bah. Dengan mengahadap ke utara, maka selain menghadap Baitul Maqdis di Palestina, beliau juga tetap menghadap ka’bah. Namun ketika beliau dan para shahabat hijrah ke Madinah, maka menghadap ke dua tempat yang berlawanan arah menjadi mustahil. Dan Rasulullah SAW sering menengadahkan wjah ke langit berharap turunnya wahyu untuk mnghadapkan shalat ke ka’bah. Hingga turunlah ayat berikut Sungguh Kami melihat mukamu menengadah ke langit , maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang yang diberi Al Kitab memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan. (QS. Al-Baqarah : 144).
Jadi di dalam urusan menghadap ka’bah, kita punya latar belakang sejarah yang panjang dan ternyata ka’bah itu adalah bangunan yang pertama kali didirikan di atas bumi untuk dijadikan tempat ibadah manusia pertama. Dan Allah SWT telah menetapkan bahwa shalatnya seorang muslim harus menghadap ke ka’bah sebagai bagian dari aturan baku dalam shalat.

Menghadap Kiblat, Menyembah Berhala?
Mungkin kita bertanya mengapa ketika sholat kita diharuskan menghadap Ka'bah, padahal di dalam Ka'bah ada batu yang bernama "hajar aswad", bukankah berarti umat Islam juga menyembah batu, karena salah satu alasan orang jahiliyah ketika jaman Nabi Muhammad yaitu mereka membuat berhala agar mereka merasa khusyuk menyembah Tuhan?
Kalau kia jujur dengan sejarah, sebenarnya ada hal yang sangat menarik yang perlu kita cermati tentang fenomena Ka'bah ini. Memang benar bahwa orang arab jahiliyah menyembah berhala yang berjumlah 360 buah. Berhala-berhala itu diletakkan di dalam dan di sekeliling Ka'bah untuk disembah, bahkan sering kali pula diberi makan. Mereka berkeyakinan bahwa berhala itu akan menjadi perantara doa dan ibadah mereka kepada Allah SWT. Terkadang mereka pun menjadikan makanan seperti kurma dan roti sebagai bahan baku berhala yang mereka bawa kemana-mana. Dan kalau lapar, maka 'tuhan'nya itu dimakannya. Namun satu hal yang perlu anda catat bahwa tak satu pun dari orang arab jahiliyah di masa itu yang menyembah Ka'bah. Yang mereka sembah selain Allah itu adalah berhala-berhala itu, tapi bukan Ka'bahnya. Sebab mereka tahu bahwa Ka'bah itu adalah rumah Allah, yang dalam bahasa arab disebut dengan Baitullah.
Mereka tidak pernah menyembah rumah tuhan, yang mereka sembah adalah tuhan (Allah) dan berhala-berhala yang mereka yakini menjadi perantara. Belum pernah tertulis dalam catatan sejarah atau tersirat dalam syair-syair bangsa arab jahiliyah tentang penyembahan terhadap Ka'bah. Artinya, orang arab jahiliyah pra Islam pun tidak pernah menyembah Ka'bah, apalagi Rasulullah SAW dan para sahabat yang datang kemudian. Kalau 360 berhala saja mereka hancurkan, maka seharusnya mereka juga menghancurkan Ka'bah, bukan? Tetapi mengapa mereka tidak menghancurkan Ka'bah ?Sebab tidak ada seorang arab pun yang pernah menyembahnya. Ka'bah tidak pernah menjadi berhala di tanah arab. Hanya orang-orang asing yang kurang informasi tentang sejarah arab saja yang menyangka bahwa Ka'bah itu adalah berhala.
Apalagi ketika mengatakan bahwa ada hajar aswad di dalam Ka'bah, ini jelas salah informasi. Sebab hajar aswad itu tidak berada di dalam Ka'bah, melainkan di luar Ka'bah, yaitu di dindingnya bagian luar pada sudut/pojok tenggara Ka'bah.

Anonymous

Silakan baca juga:
1. Sholat Khusyu
2. Perkara sunat dalam Sholat
3. tata cara sujud syukur dan syahwi
4. Posisi Imam-makmum, Imam Wanita dan anak-anak dalam sholat

Monday, December 21, 2009

Sholat Menggunakan Kaus Kaki/ khuff

Tidak ada halangan bagi anda untuk shalat dengan tetap memakai kaus kaki. Sebab kaus kaki itu bukan penghalang sahnya shalat. Tidak ada ketentuan yang melarang seseorang shalat dengan mengenakan kaus kaki. Bahkan seandainya anda shalat dengan tanpa melepas sepatu sekalipun, asalkan sepatu itu tidak ada najisnya, hukumnya boleh. Dan Rasulullah SAW pernah diriwayatkan shalat dengan tetap memakai sepatu.
Yang penting bila anda enggan melepas kaus kaki, pastikan bahwa anda masih punya wudhu' atau belum batal. Sebab kalau sudah batal dari wudhu', tentu saja anda harus mengulangi wudhu' lagi dari awal.

Sedangkan jika anda ingin berwudhu tanpa mencuci kaki dan diganti dengan mengusap kaus kaki, memang ada syariatnya. Tetapi bukan kaus kaki, melainkan sepatu. Dalam istilah fiqih, namanya khuff, yakni sepatu yang tertutup rapat hingga menutupi mata kaki dan tidak tembus air. Dalam aturan syariah, bila seseorang telah berwudhu' sebelumnya, lalu mengenakan khuff, maka setiap kali berwudhu', boleh tidak mencuci kaki, tapi hanya dengan mengusap sepatunya itu dengan tangan yang dibasahi air. Asalkan sepatu itu tidak dicopot. Kalau sudah sekali dicopot, kebolehannya menjadi hilang, dan berwudhu' harus mencuci kaki dengan benar.
Jadi boleh saja anda pada saat berwudhu' tidak mencuci kaki, sebagai gantinya anda boleh mengusap sepatu anda. Syaratnya, sepatu harus selalu dipakai, tidak boleh dicopot. Dan juga syarat-syarat lainnya, antara lain:

1. Berwudhu sebelum memakainya.
Sebelum memakai sepatu, seseorang diharuskan berwudhu atau suci dari hadas baik kecil maupun besar. Sebagian ulama mengatakan suci hadas kecilnya bukan dengan tayamum tetapi dengan wudhu. Namun kalangan ulama dari As-Syafi'iyah mengatakan boleh dengan tayamum.
2. Sepatunya harus suci.
Bila sepatu terkena najis maka tidak bisa digunakan untuk masalah ini. Atau sepatu yang terbuat dari kulit bangkai yang belum disamak menurut Al-Hanafiyah dan As-Syafi'iyah. Bahkan menurut Al-Malikiyah dan Al-Hanabilah, hukum kulit bangkai itu tidak bisa disucikan walaupun dengan disamak, sehingga semua sepatu yang terbuat dari kulit bangkai tidak bisa digunakan unuk masalah ini menurut mereka.
3. Sepatunya menutupi tapak kaki hingga mata kaki.
Sepatu yang digunakan harus menutupi seluruh bagian kaki, dari tapak kaki hingga mata kaki.
3. Tidak bolong atau berlubang
As-Syafiiyah dalam pendapatnya yang baru dan juga Al-Hanabilah tidak membolehkan bila sepatu itu bolong meskipun hanya sedikit. Sebab bolongnya itu menjadikannya tidak bisa menutupi seluruh tapak kaki dan mata kaki. Sedangkan Al-Malikiyah dan Al-Hanfiyah secara istihsan dan mengangkat dari keberatan mentolerir bila ada bagian yang sedikit terbuka, tapi kalau bolongnya besar mereka pun juga tidak membenarkan.
4. Tidak tembus air
Al-Malikiyah mengatakan bahwa sepatu itu tidak boleh tembus air. Sehingga bila terbuat dari bahan kain atau berbentuk kaus kaki dari bahan yang tembus air, hukumnya tidak sah. Sebenarnya kaus kaki itu boleh-boleh saja, asalkan tebal dan tidak tembus air.

5. Masa Berlaku
Jumhur ulama mengatakan seseorang boleh tetap mengusap sepatunya selama waktu sampai tiga hari bila dia dalam keadaan safar. Bila dalam keadan mukim hanya satu hari. Dalilnya adalah yang telah disebutkan diatas:
Dari Safwan bin `Asal berkata bahwa Rasululah saw. memerintahkan kami untuk mengusap kedua sepatu bila kedua kaki kami dalam keadaan suci. Selama tiga hari bila kami bepergian atau sehari semalam bila kami bermukim, dan kami tidak boleh membukanya untuk berak dan kencing kecuali karena junub. (HR Ahmad, Nasa`i, Tirmizi dan dihasankan oleh Bukhari).

baca juga:
1. Tata cara Sholat ghaib/ jenazah
2. Hukum mengusap wajah setelah berdoa
3. berhubugan Sex/ senggama/ bersetubuh ala nabi SAW

Shalat Tanpa Memahami Makna Bacaannya (sah/ tidak)

Kalau kita menilai dari pertimbangan kaca mata fiqih semata, maka paham tidaknya seseorang atas lafaz bacaan shalatnya itu sama sekali tidak ada kaitannya dengan sah tidaknya shalat yang dia lakukan. Artinya, memahami arti bacaan shalat tidak termasuk rukun shalat, juga tidak termasuk syarat sahnya shalat, juga tidak termasuk kewajiban shalat, bahkan sunnah-sunnah shalat pun tidak. Sehingga bila ada seorang yang shalat tanpa pernah paham apa yang diucapkannya, asalkan bacaannya benar, tentu shalatnya sudah sah secara fiqih. Dan konsekuensinya, kewajiban shalat atasnya telah gugur, sehingga dia tidak perlu melakukan shalat lagi.

Namun bila kita melihat dari sisi lain, yaitu pendekatan maknawi, maka alangkah rugi dan asingnya seorang yang shalat tapi tidak paham apa yang dibacanya. Sebab shalat itu sendiri sebuah dialog antara seorang hamba dengan tuhannya. Secara bahasa, shalat itu berarti doa. Dan doa itu adalah lafaz yang diucapkan untuk meminta sesuatu. Bisakah anda bayangkan tentang seseorang yang berdoa memohon sesuatu, sambil mulutnya komat-kamit, namun dia tidak pernah mengerti apa yang diucapkannya. Betapa aneh perilaku seperti itu bukan?

Dan yang pasti, shalat seseorang yang tidak mengerti apa yang diucapkannya adalah shalat yang hambar. Sebab semua dialog yang diucapkannya itu justru sama sekali tidak dipahaminya. Wajar saja bila doa dan dialog yang demikian kurang mendapatkan respon. Apalagi bila perbuatan itu adalah shalat seorang hamba kepada tuhannya.
Itulah barangkali salah satu faktor mengapa banyak shalat kita yang lakukan ini terasa kurang khusyu' dan kurang meresap. Sebabnya tidak lain adalah karena kita melafazkan sesuatu yang kita sendiri tidak paham maknanya. Dan barangkali pula hal itu juga yang menyebabkan seringkali kita berperilaku yang bertentangan dengan ajaran Islam, meski kita sering shalat 5 waktu. Ternyata shalat yang kita lakukan itu tanpa makna, dalam arti kita paham maknanya. Sehingga sulit untuk bisa meresapi prinsip-prinsip untuk menjadi seorang muslim yang baik.

Maka jalan yang paling baik adalah kita belajar untuk mengerti kata demi kata lafaz bacaan shalat kita. Mulai dari takbiratul ihram, doa istiftah (iftitah), bacaan surat Al-Fatihah, bacaan ayat-ayat Al-Quran setelah surat Al-Fatihah, lafaz bacaan tatkala ruku', i'tidal, sujud, duduk antara dua sujud, tahiyat awal dan tahiyat akhir. Sebenarnya bila semua lafaz itu kita kumpulkan menjadi satu, tidak terlalu panjang. apalagi lafaz-lafaz itu sudah kita hafal luar kepala, bukan? Maka hampir tidak alasan buat kita untuk tidak paham artinya.

Namun yang lebih penting dari memahami arti bacaan shalat menurut kami adalah bagaimana saat melafazkannya itu, kita benar-benar menghadirkan makna bacaan itu sepenuh kesadaran. Kalau kita sebut kata "Allahu Akbar", maka kita yakin sekali bahwa hanya Allah SWT saja yang Maha Besar. Semua yang selain Allah itu menjadi sangat kecil tak berarti. Jabatan, kekayaan, kesibukan pekerjaan, anak, istri dan apapun menjadi kecil. Hanya Allah SWT saja yang besar dan saat ini Aku dengan berada di hadapan-Mu, Wahai Yang Maha Besar.

Ketika kita mengucapkan lafaz tahiyat, begitu sampai kepada lafaz Asyhadu Anla Ilaaha Illallah, maka kita yakin bahwa memang tidak ada tuhan (sembahan dalam bentuk apapun) kecuali hanya Allah SWT saja. Tidak ada yang dicintai, tidak ada ditakuti, tidak ada yang ditaati, tidak ada yang diagungkan, tidak ada yang dirindukan, tidak ada yang diikuti, tidak ada yang diharapkan, tidak ada yang diandalkan, tidak ada yang dipasrahkan segala urusan kecuali hanya Allah semata.
Ketika kita sampai kepada lafaz "Wa Asyhadu Anna Muhammadan Rasulullah", maka kita yakin bahwa Muhammad SAW itu bukan sekedar orang pintar, bukan sekedar tokoh sejarah, bukan sekedar pemimpin, bukan sekedar sosok agung, bukan sekedar orang yang berkharisma, tetapi dia adalah manusia yang mendapatkan wahyu secara resmi dari langit (Allah SWT) dan membawa pesan-pesan langit untuk diikuti dan dipegang teguh.

Kita yakin bahwa semua yang disampaikannya adalah sebuah manhajul hayah (the way of life) bagi seluruh jenis ras manusia.
Kita yakin bahwa semua agama yang dibawa oleh para nabi dan rasul sebelumnya sudah batal dan tidak lagi berlaku kecuali agama yang dibawanya.
Kita yakin bahwa tidak ada lagi nabi atau siapapun yang menerima wahyu sepeninggalnya.

Kita yakin bahwa dirinya adalah sumber ajaran Islam, dimana kita diharamkan melakukan segala macam bentuk ritual peribadatan kecuali atas dasar perintah dan ajaran yang disampaikannya dari Allah.
Kita yakin bahwa beliau adalah satu-satunya "agen tuhan" di alam semesta ini yang menjadi rujukan kebenaran atas segala macam tata nilai yang pernah dikenal manusia.
Kita yakin bahwa segala macam isme, doktrin, pemikiran, filsafat, logika, ideliasme, tata nilai, undang-undang dan ajaran yang tidak bersumber dari apa yang diajarkannya adalah batil dan jahiliyah.
Kita yakin bahwa risalah yang dibawanya kekal dan tetap berlaku dimana pun dan kapanpun hingga matahari terbit dari barat. Bahwa sosok dirinya adalah suri tauladan utama bagi kita.

Dan demikianlah, seharusnya shalat kita itu bisa menjadi sangat berarti manakala kita memang memahami maknanya dan khusyu' menjalankannya. Semoga Allah memberikan kita hidayah dan menjadi kita orang-orang yang beribadah kepada-Nya dengan sepenuh penjiwaan. Amien.

silakan baca juga:
1. haruskah Sholat Jumat kalau idhul Fitri tepat hari Jumat?
2. Hukumnya muslim merayakan tahun baru Masehi?
3. Istighfar berjamaah setelah sholat wajib

Friday, December 11, 2009

Datang dan terjadinya Kiamat (prediksi para ilmuwan)

Beberapa saat lalu kita dihebohkan dengan penanggalan suku Maya. Dalam banyak tafsir disebutkan bahwa akan terjadi kiamat pada 2012. Ternyata, mendapat klarifikasi dari banyak pihak bahwa suku Maya tidak meramalkan kiamat pada 2012.

“mereka menanyakan kepadamu tentang kiamat: "Bilakah terjadinya?" Katakanlah: "Sesungguhnya pengetahuan tentang kiamat itu adalah pada sisi Tuhanku; tidak seorangpun yang dapat menjelaskan waktu kedatangannya selain Dia. kiamat itu Amat berat (huru haranya bagi makhluk) yang di langit dan di bumi. kiamat itu tidak akan datang kepadamu melainkan dengan tiba-tiba". mereka bertanya kepadamu seakan-akan kamu benar-benar mengetahuinya. Katakanlah: "Sesungguhnya pengetahuan tentang bari kiamat itu adalah di sisi Allah, tetapi kebanyakan manusia tidak Mengetahui".”(Al A’raf 187)

telah jelas bunyi dan makna ayat di atas, akan tetapi sampai saat ini makin banyak orang yang menerka-nerka akan kedatangan hari kiamat. Dan sampai saat ini sudah banyak ramalan yang meleset.

1. Sir Isaac Newton pernah meramalkan kiamat akan terjadi pada 2060. h ini berdasarkan ramalan dari teks Bible’s Book of Daniel.
Benarkah? Jika melihat sebagian tanda kiamat yaitu: maraknya orang telanjang, orang bodoh menjadi guru dan kyai, masjid semakin ditinggalkan maka kemungkinan ramalan itu benar.

2. kiamat akan terjadi pada 2053: suatu saat akan datang planet Nibiru yang tertarik oleh gravitasi matahari dan memasuki orbit kita secara berlawanan arah. Suatu saat planet tersebut akan bertabrakan dengan bumi. Planet ini besarnya 100 kali bumi.
3. Kiamat akan terjadi sekitar 7,6 Milyar tahun lagi. Pendapat ini muncul dari Astrophysic , sebuah journal Inggris.

Demikian beberapa ramalan dari para ilmuwan.
Kita sebagai umat Islam yang selalu percaya akan datangnya kiamat, hendaknya menyikapi berbagai ramalan tersebut dengan biasa saja. Bagi kita ramalan-ramalan tersebut bisa dijadikan untuk media lebih mendekatkan diri kepada Allah untuk menyongsong kedatangan kiamat. Marilah kita bertobat mulai dari sekarang.


Sumber Majalah Hidayah

Artikel lain:
1. Rahasia buah Tin dan Zaitun (kandungan nutrisi dan gizi)
2. adakah agama selain Islam? Kapan datangnya Islam?
3. Kamus Arab Terpopuler Sedunia Ternyata Disusun Pendeta
4. Rukun Iman: Pilar Utama Islam

Thursday, December 10, 2009

Perbedaan Antara Jin, Setan dan Iblis (dalil/nash Al Qur’an-Hadits)

Jin, Setan, dan Iblis selalu menciptakan peluang yang sangat besar untuk berpolemik. Sebagai orang Islam kita wajib mempercayainya sebagai sesuatu yang ghaib.

Ada banyak nash yang menyebutkan tetnang keberadaan makhluk-makhluk tersebut.

“Dan ingatlah ketika Kami hadapkan sekumpulan jin kepadamu yang mendengarkan Al-Qur`an. Maka ketika mereka menghadiri pembacaannya lalu mereka berkata: `Diamlah kamu (untuk mendengarkannya)’. Ketika pembacaan telah selesai, mereka kembali kepada kaumnya (untuk) memberi peringatan. Mereka berkata: `Wahai kaum kami, sesungguhnya kami telah mendengarkan kitab (Al-Qur`an) yang telah diturunkan setelah Musa, yang membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya lagi memimpin kepada kebenaran dan jalan yang lurus. Wahai kaum kami, terimalah (seruan) orang yang menyeru kepada Allah dan berimanlah kepada-Nya, niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosa kamu dan melepaskan kamu dari azab yang pedih. Dan orang yang tidak menerima (seruan) orang yang menyeru kepada Allah, maka dia tidak akan lepas dari azab Allah di muka bumi dan tidak ada baginya pelindung selain Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata’.” (Al-Ahqaf: 29-32)


Jin dan Manusia..duluan mana?

Sebagian besar dari umat menusia mengakui keberadaan jin. Pastinya Jin adalah makhluk hidup, berakal dan mereka melakukan segala sesuatu dengan kehendak. Bahkan mereka dibebani perintah dan larangan, hanya saja mereka tidak memiliki sifat dan tabiat seperti yang ada pada manusia atau selainnya.

Anehnya orang-orang filsafat masih mengingkari keberadaan jin. Dan dalam hal inipun Muhammad Rasyid Ridha telah keliru. Dia mengatakan: “Sesungguhnya jin itu hanyalah ungkapan/ gambaran tentang bakteri-bakteri. Karena ia tidak dapat dilihat kecuali dengan perantara mikroskop.” (Nashihatii li Ahlis Sunnah minal Jin oleh Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi rahimahullahu)

“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia (Adam) dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk. Dan Kami telah menciptakan jin sebelum (Adam) dari api yang sangat panas.” (Al-Hijr: 26-27)

Hal ini berakibat pada penyebutan Jin lbih awal daripada manusia, ingat Allah selalu mendahulukan apa yang paling tepat untuk didahulukan.

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” (Adz-Dzariyat: 56)


Dari apa Mereka diciptakan?
“Dan Kami telah menciptakan jin sebelum (Adam) dari api yang sangat panas.” (Al-Hijr: 27)

“Dan Dia menciptakan jin dari nyala api.” (Ar-Rahman: 15)
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:


“Para malaikat diciptakan dari cahaya, jin diciptakan dari nyala api, dan Adam diciptakan dari apa yang disifatkan kepada kalian.” (HR. Muslim no. 2996 dari ’Aisyah radhiallahu 'anha)


“Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: ‘Sujudlah kamu kepada Adam’, maka sujudlah mereka kecuali Iblis. Dia adalah dari golongan jin…” (Al-Kahfi: 50)

Ibnu Katsir rahimahullahu berkata: “Iblis mengkhianati asal penciptaannya, karena dia sesungguhnya diciptakan dari nyala api, sedangkan asal penciptaan malaikat adalah dari cahaya. Maka Allah Subhanahu wa Ta'ala mengingatkan di sini bahwa Iblis berasal dari kalangan jin, dalam arti dia diciptakan dari api. Al-Hasan Al-Bashri berkata: ‘Iblis tidak termasuk malaikat sedikitpun. Iblis merupakan asal mula jin, sebagaimana Adam sebagai asal mula manusia’.” (Tafsir Al-Qur`anul ’Azhim)

Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullahu mengatakan: “Iblis adalah abul jin (bapak para jin).” (Taisir Al-Karim Ar-Rahman
)
Sedangkan setan, mereka adalah kalangan jin yang durhaka. Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi rahimahullahu pernah ditanya tentang perbedaan jin dan setan, beliau menjawab: “Jin itu meliputi setan, namun ada juga yang shalih. Setan diciptakan untuk memalingkan manusia dan menyesatkannya. Adapun yang shalih, mereka berpegang teguh dengan agamanya, memiliki masjid-masjid dan melakukan shalat sebatas yang mereka ketahui ilmunya. Hanya saja mayoritas mereka itu bodoh.” (Nashihatii li Ahlis Sunnah Minal Jin)

Siapakah Iblis?
Terjadi perbedaan pendapat dalam hal asal-usul iblis, apakah berasal dari malaikat atau dari jin.
Pendapat pertama menyatakan bahwa iblis berasal dari jenis jin. Ini adalah pendapat Al-Hasan Al-Bashri rahimahullahu. Beliau menyatakan: “Iblis tidak pernah menjadi golongan malaikat sekejap matapun sama sekali. Dan dia benar-benar asal-usul jin, sebagaimana Adam adalah asal-usul manusia.” (Diriwayatkan Ibnu Jarir dalam tafsir surat Al-Kahfi ayat 50, dan dishahihkan oleh Ibnu Katsir dalam Tafsir-nya)
Pendapat ini pula yang tampaknya dikuatkan oleh Ibnu Katsir, Al-Jashshash dalam kitabnya Ahkamul Qur‘an (3/215), dan Asy-Syinqithi dalam kitabnya Adhwa`ul Bayan (4/120). Penjelasan tentang dalil pendapat ini beliau sebutkan dalam kitab tersebut. Secara ringkas, dapat disebutkan sebagai berikut:
1. Kema’shuman malaikat dari perbuatan kufur yang dilakukan iblis, sebagaimana firman Allah:

“…yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (At-Tahrim: 6)

“Mereka itu tidak mendahului-Nya dengan perkataan, dan mereka mengerjakan perintah-perintah-Nya.” (Al-Anbiya`: 27)

2. Dzahir surat Al-Kahfi ayat 50


“Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: ‘Sujudlah kamu kepada Adam’, maka sujudlah mereka kecuali iblis. Dia adalah dari golongan jin, lalu ia mendurhakai perintah Rabbnya.”
Allah menegaskan dalam ayat ini bahwa iblis dari jin, dan jin bukanlah malaikat. Ulama yang memegang pendapat ini menyatakan: “Ini adalah nash Al-Qur`an yang tegas dalam masalah yang diperselisihkan ini.” Beliau juga menyatakan: “Dan hujjah yang paling kuat dalam masalah ini adalah hujjah mereka yang berpendapat bahwa iblis bukan dari malaikat.”
Adapun pendapat kedua yang menyatakan bahwa iblis dari malaikat, menurut Al-Qurthubi, adalah pendapat jumhur ulama termasuk Ibnu ‘Abbas radhiallahu 'anhuma. Alasannya adalah firman Allah:


“Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: ‘Sujudlah kamu kepada Adam,’ maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir.” (Al-Baqarah: 34)
Juga ada alasan-alasan lain berupa beberapa riwayat Israiliyat.
Pendapat yang kuat adalah pendapat yang pertama, insya Allah, karena kuatnya dalil mereka dari ayat-ayat yang jelas.
Adapun alasan pendapat kedua (yakni surat Al-Baqarah ayat 34), sebenarnya ayat tersebut tidak menunjukkan bahwa iblis dari malaikat. Karena susunan kalimat tersebut adalah susunan istitsna` munqathi’ (yaitu yang dikecualikan tidaklah termasuk jenis yang disebutkan).
Adapun cerita-cerita asal-usul iblis, itu adalah cerita Israiliyat. Ibnu Katsir menyatakan: “Dan dalam masalah ini (asal-usul iblis), banyak yang diriwayatkan dari ulama salaf. Namun mayoritasnya adalah Israiliyat (cerita-cerita dari Bani Israil) yang (sesungguhnya) dinukilkan untuk dikaji –wallahu a’lam–, Allah lebih tahu tentang keadaan mayoritas cerita itu. Dan di antaranya ada yang dipastikan dusta, karena menyelisihi kebenaran yang ada di tangan kita. Dan apa yang ada di dalam Al-Qur`an sudah memadai dari yang selainnya dari berita-berita itu.” (Tafsir Ibnu Katsir, 3/94)
Asy-Syinqithi menyatakan: “Apa yang disebutkan para ahli tafsir dari sekelompok ulama salaf, seperti Ibnu ‘Abbas dan selainnya, bahwa dahulu iblis termasuk pembesar malaikat, penjaga surga, mengurusi urusan dunia, dan namanya adalah ‘Azazil, ini semua adalah cerita Israiliyat yang tidak bisa dijadikan landasan.” (Adhwa`ul Bayan, 4/120-121)

Siapakah Setan?2
Setan atau Syaithan (شَيْطَانٌ) dalam bahasa Arab diambil dari kata (شَطَنَ) yang berarti jauh. Ada pula yang mengatakan bahwa itu dari kata (شَاطَ) yang berarti terbakar atau batal. Pendapat yang pertama lebih kuat menurut Ibnu Jarir dan Ibnu Katsir, sehingga kata Syaithan artinya yang jauh dari kebenaran atau dari rahmat Allah Subhanahu wa Ta'ala (Al-Misbahul Munir, hal. 313).
Ibnu Jarir menyatakan, syaithan dalam bahasa Arab adalah setiap yang durhaka dari jin, manusia atau hewan, atau dari segala sesuatu.
Demikianlah Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:


“Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu setan-setan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia).” (Al-An’am: 112)
(Dalam ayat ini) Allah menjadikan setan dari jenis manusia, seperti halnya setan dari jenis jin. Dan hanyalah setiap yang durhaka disebut setan, karena akhlak dan perbuatannya menyelisihi akhlak dan perbuatan makhluk yang sejenisnya, dan karena jauhnya dari kebaikan. (Tafsir Ibnu Jarir, 1/49)
Ibnu Katsir menyatakan bahwa syaithan adalah semua yang keluar dari tabiat jenisnya dengan kejelekan (Tafsir Ibnu Katsir, 2/127). Lihat juga Al-Qamus Al-Muhith (hal. 1071).
Yang mendukung pendapat ini adalah surat Al-An’am ayat 112:


“Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu setan-setan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia).” (Al-An’am: 112)
Al-Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Dzar radhiallahu 'anhu, ia berkata: Aku datang kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan beliau berada di masjid. Akupun duduk. Dan beliau menyatakan: “Wahai Abu Dzar apakah kamu sudah shalat?” Aku jawab: “Belum.” Beliau mengatakan: “Bangkit dan shalatlah.” Akupun bangkit dan shalat, lalu aku duduk. Beliau berkata: “Wahai Abu Dzar, berlindunglah kepada Allah dari kejahatan setan manusia dan jin.” Abu Dzar berkata: “Wahai Rasulullah, apakah di kalangan manusia ada setan?” Beliau menjawab: “Ya.”
Ibnu Katsir menyatakan setelah menyebutkan beberapa sanad hadits ini: “Inilah jalan-jalan hadits ini. Dan semua jalan-jalan hadits tersebut menunjukkan kuatnya hadits itu dan keshahihannya.” (Tafsir Ibnu Katsir, 2/172)
Yang mendukung pendapat ini juga hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam riwayat Muslim:


“Anjing hitam adalah setan.”
Ibnu Katsir menyatakan: “Maknanya –wallahu a’lam– yaitu setan dari jenis anjing.” (Tafsir Ibnu Katsir, 2/173)
Ini adalah pendapat Qatadah, Mujahid dan yang dikuatkan oleh Ibnu Jarir, Ibnu Katsir, Asy-Syaukani dan Asy-Syinqithi.
Dalam masalah ini ada tafsir lain terhadap ayat itu, tapi itu adalah pendapat yang lemah. (ed)
Ketika membicarakan tentang setan dan tekadnya dalam menyesatkan manusia, Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:


“Iblis menjawab: ‘Beri tangguhlah aku sampai waktu mereka dibangkitkan’, Allah berfirman: ‘Sesungguhnya kamu termasuk mereka yang diberi tangguh.’ Iblis menjawab: ‘Karena Engkau telah menghukumiku tersesat, aku benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus. Kemudian aku akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat).” (Al-A’raf: 14-17)
Setan adalah turunan Iblis, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:


“Patutkah kamu mengambil dia dan turunan-turunannya sebagai pemimpin selain-Ku, sedang mereka adalah musuhmu? Amat buruklah Iblis itu sebagai pengganti (Allah) bagi orang-orang yang dzalim.” (Al-Kahfi: 50)
Turunan-turunan Iblis yang dimaksud dalam ayat ini adalah setan-setan. (Taisir Al-Karim Ar-Rahman, hal. 453)

http://www.asysyariah.com/syariah.php?menu=detil&id_online=349

Artikel Lain:
1. 9 jenis anak setan
2. KESEIMBANGAN JUMLAH KATA DALAM AL QUR'AN (bukti bukan tulisan Nabi SAW)
3. Sex ala Nabi SAW

Monday, December 7, 2009

Masalah-masalah yang perlu dihindari dalam keluarga agar Sakinah mawadah warahmah

1. membuka rahasia pribadi
Segala rahasia pribadi, terutama yang menyangkut aib dan kekurangan suami/istri (termasuk keluarganya) tidak perlu dikatakan kepada orang lain

2. Cemburu yang berlebihan
Cemburu sebaiknya pada batas tertentu dan itu merupakan salah satu tanda cinta kepada pasangan. Akan tetapi jika cemburu dilakukan secara berlebihan maka hal itu akan mengganggu kebahagiaan

3. Rasa dendam, dengki, dan iri hati
Dendam yang berkepanjangan apalagi tidak jelas ujung pangkalnya merupakan tindakan yang tercela. Sebaiknya masing-masing pasangan mawas diri

4. Judi dan minuman keras
Perbuatan judi merupakan suatu kesia-siaan dan membahayakan kehidupan berkeluarga. Seorang penjudi akan melupakan tugasnya sebagai bagian dari sebuah keluarga.

5. pergaulan bebas tanpa batas
model pergaulan seperti ini akan banyak menimbulkan masalah keluarga yang sangat berat, seperti perselingkuhan, yang ujung-ujungnya adalah perbuatan perzinahan.
Naudzubillah
6. Kurang menjaga kehormatan diri.
Suami istri harus selalu dan saling menjaga kehormatan dirinya masing-masing. Mulai dari sikap hingga tingkah laku

sumber: Keluarga Sakinah BP4 DIY

Baca juga:
1. Tentang Sighat Ta'liq dalam Pernikahan
2. Lima Jurus Membuka Pintu Jodoh Islami agar Mendapat pasangan ideal
3. Tips menikah cepat, murah, syar'iyyah

Sunday, December 6, 2009

Hak dan Kewajiban Istri-Suami dalam Perkawinan dan Rumah Tangga

Hak dan Kewajiban Istri-Suami

1. Hak Istri
a. hak mendapatkan mahar/mas kawin dan nafkah
b. Mendapatkan perlakuan baik
Dalam surat An Nisaa 19, “Dan bergaulah dengan mereka (istri) dengan cara yang patut, kemudian bila kamu tidak menyukai mereka (maka bersabarlah) karena kamu mungkin tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikannya kebaikan yang banyak”

c. Suami menjaga dan memelihara istrinya (kehormatan dan tidak menyia-nyiakan)

2. Hak Suami
a. istri taat kepada suami, selama suami menjalankan ketentuan Allah dan tidak melanggarnya
b. Istri mengurus dan menjaga rumah tangga suami dan memelihara anak


3. Hak Bersama
a. Halalnya pergaulan lawan jenis
b. Sucinya hubungan perbesanan
c. Berlaku hak pusaka mempuasakai (waris)
d. Perlakuan dan pergaulan dengan baik dan menyebabkan ketenteraman dan kebahagiaan

4. Kewajiban Istri
a. Hormat dan patuh kepada suami dalam batas agama dan susila
b. Mengatur dan mengurus rumah tangga \
c. Memelihara dan mendidik anak
d. Memelihara dan melindungi harta benda keluarga
e. Menerima dan menghormati pemberian suami serta mencukupkan nafkah yang diberikan kepadanya

5. Kewajiban Suami
a. memelihara, memimpin, membimbing keluarga lahir dan batin
b. memberi nafkah sesuai dengan kemampuannya
c. membantu tugas-ugas istri, terutama dalam mendidik anak
d. memberi kebebasan kepada istri sesuai dengan ajaran agama
e. bijaksana dan dapat mengatasi keadaan


referensi: Keluarga Sakinah dari BP4 Yogyakarta

silakan baca juga
1. Tata cara melamar/ meminang
2. Bukti-bukti bahwa Nabi SAW tidak menikahi Aisyah ketika masih umur 7/9 tahun

Tuesday, December 1, 2009

APAKAH MEMAKAI CADAR ITU BID'AH(ayat dan hadits tentang Cadar)

Cadar dipandang sebagian orang sebagai bentuk bid'ah, bukan aturan Islam, dan sebagainya. Sejatinya hal seperti ini hanyalah upaya untuk merusak inti persoalan dan hanya menyesatkan. Akan tetapi masalah tersebut masih merupakan masalah khilafiyah. Baik oleh para ulama, baik dari kalangan ahli fiqih, ahli tafsir, maupun ahli hadits, sejak zaman dahulu hingga sekarang.
Mereka berbeda pendapat dalam menafsirkan firman Allah:
"... Dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali yang biasa tampak daripadanya ..." (an-Nur: 31)
Mereka meriwayatkan dari Ibnu Mas'ud, dia berkata bahwa yang dimaksud dengan "kecuali apa yang biasa tampak daripadanya" ialah pakaian dan jilbab, yakni pakaian luar yang tidak mungkin disembunyikan.

Mereka juga meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa beliau menafsirkan "apa yang biasa tampak" itu dengan celak dan cincin. Penafsiran yang sama juga diriwayatkan dari Anas bin Malik. Dan penafsiran yang hampir sama lagi diriwayatkan dari Aisyah. Selain itu, kadang-kadang lbnu Abbas menyamakan dengan celak dan cincin, terhadap pemerah kuku, gelang, anting-anting, atau kalung.

Ada pula yang menganggap bahwa yang dimaksud dengan "perhiasan" disini ialah tempatnya. Ibnu Abbas berkata, "(Yang dimaksud ialah) bagian wajah dan telapak tangan." Dan penafsiran serupa juga diriwayatkan dari Sa'id bin Jubair, Atha', dan lain-lain.

Template by : kendhin x-template.blogspot.com