Tuesday, December 1, 2009

APAKAH MEMAKAI CADAR ITU BID'AH(ayat dan hadits tentang Cadar)

Cadar dipandang sebagian orang sebagai bentuk bid'ah, bukan aturan Islam, dan sebagainya. Sejatinya hal seperti ini hanyalah upaya untuk merusak inti persoalan dan hanya menyesatkan. Akan tetapi masalah tersebut masih merupakan masalah khilafiyah. Baik oleh para ulama, baik dari kalangan ahli fiqih, ahli tafsir, maupun ahli hadits, sejak zaman dahulu hingga sekarang.
Mereka berbeda pendapat dalam menafsirkan firman Allah:
"... Dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali yang biasa tampak daripadanya ..." (an-Nur: 31)
Mereka meriwayatkan dari Ibnu Mas'ud, dia berkata bahwa yang dimaksud dengan "kecuali apa yang biasa tampak daripadanya" ialah pakaian dan jilbab, yakni pakaian luar yang tidak mungkin disembunyikan.

Mereka juga meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa beliau menafsirkan "apa yang biasa tampak" itu dengan celak dan cincin. Penafsiran yang sama juga diriwayatkan dari Anas bin Malik. Dan penafsiran yang hampir sama lagi diriwayatkan dari Aisyah. Selain itu, kadang-kadang lbnu Abbas menyamakan dengan celak dan cincin, terhadap pemerah kuku, gelang, anting-anting, atau kalung.

Ada pula yang menganggap bahwa yang dimaksud dengan "perhiasan" disini ialah tempatnya. Ibnu Abbas berkata, "(Yang dimaksud ialah) bagian wajah dan telapak tangan." Dan penafsiran serupa juga diriwayatkan dari Sa'id bin Jubair, Atha', dan lain-lain.

Sebagian ulama lagi menganggap bahwa sebagian dari lengan termasuk "apa yang biasa tampak" itu. Ibnu Athiyah menafsirkannya dengan apa yang tampak secara darurat, misalnya karena dihembus angin ataulainnya.1

Mereka juga berbeda pendapat dalam menafsirkan firman Allah:
"Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-isti orang mukmin, 'Hendaklah mereka, mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.' Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (al-Ahzab: 59)
Maka apakah yang dimaksud dengan "mengulurkan jilbab" dalam ayat tersebut? Mereka meriwayatkan dari Ibnu Abbas yang merupakan kebalikan dari penafsirannya terhadap ayat pertama. Mereka meriwayatkan dari sebagian tabi'in - Ubaidah as-Salmani -bahwa beliau menafsirkan "mengulurkan jilbab" itu dengan penafsiran praktis (dalam bentuk peragaan), yaitu beliau menutup muka dan kepala beliau, dan membuka mata beliau yang sebelah kiri. Demikian pula yang diriwayatkan dari Muhammad Ka'ab al-Qurazhi.
Tetapi penafsiran kedua beliau ini ditentang oleh Ikrimah, maula (mantan budak) Ibnu Abbas. Dia berkata, "Hendaklah ia (wanita) menutup lubang (pangkal) tenggorokannya dengan jilbabnya, dengan mengulurkan jilbab tersebut atasnya."
Sa'id bin Jubair berkata, "Tidak halal bagi wanita muslimah dilihat oleh lelaki asing kecuali ia mengenakan kain di atas kerudungnya, dan ia mengikatkannya pada kepalanya dan lehernya."
Dalam hal ini saya (Qardawi) termasuk orang yang menguatkan pendapat yang mengatakan bahwa wajah dan kedua telapak tangan bukan aurat dan tidak wajib bagi wanita muslimah menutupnya. Karena menurut saya, dalil-dalil pendapat ini lebih kuat daripada pendapat yang lain. Meskipun demikian, dakwaan (klaim) adanya ijma' ulama sekarang terhadap pendapat ini juga tidaklah benar, karena di kalangan ulama Mesir sendiri ada yang menentangnya. Ulama-ulama Saudi dan sejumlah ulama negara-negara Teluk menentang pendapat ini, dan sebagai tokohnya adalah ulama besar Syekh Abdul Aziz bin Baz. Banyak pula ulama Pakistan dan India yang menentang pendapat ini, mereka berpendapat kaum wanita wajib menutup mukanya.
Adapun diantara ulama masa kini yang mewajibkan menutup muka bagi wanita ialah penulis kenamaan dari Suriah, Dr. Muhammad Sa'id Ramadhan al-Buthi. Disamping itu, masih terus saja bermunculan risalah-risalah dan fatwa-fatwa dari waktu ke waktu yang menganggap aib jika wanita membuka wajah. Mereka menyeru kaum wanita dengan mengatasnamakan agama dan iman agar mereka mengenakan cadar, dan menganjurkan agar jangan patuh kepada ulama-ulama "modern" yang ingin menyesuaikan agama dengan peradaban modern. Barangkali mereka memasukkan saya kedalam kelompok ulama seperti ini.
Jika dijumpai diantara wanita-wanita muslimah yang merasa mantap dengan pendapat ini, dan menganggap membuka wajah itu haram, dan menutupnya itu wajib, maka bagaimana kita akan mewajibkan kepadanya mengikuti pendapat lain, yang dia anggap keliru dan bertentangan dengan nash?

Haramkah Cadar?
Tidak seorang pun ulama dahulu dan sekarang yang mengharamkan memakai cadar bagi wanita secara umum bahkan tidak ada pula yang memakruhkannya, kecuali hanya pada waktu ihram. Dalam hal ini mereka hanya berbeda pendapat antara yang mengatakannya wajib, mustahab, dan jaiz.
Kalau hal itu hanya sekadar mubah - sebagaimana pendapat yang saya pilih, bukan wajib dan bukan pula mustahab - maka merupakan hak bagi muslimah untuk membiasakannya, dan tidak boleh bagi seseorang untuk melarangnya, karena ia cuma melaksanakan hak pribadinya. Apalagi, dalam membiasakan atau mengenakannya itu tidak merusak sesuatu yang wajib dan tidak membahayakan seseorang.

"Seseorang bertopang dagu, mengapa Anda kesal terhadapnya?"

Bagaimana mungkin kita akan mengingkari wanita muslimah yang komitmen pada agamanya dan hendak memakai cadar, sementara diantara mahasiswi-mahasiswi di perguruan tinggi itu ada yang mengenakan pakaian mini, tipis, membentuk potongan tubuhnya yang dapat menimbulkan fitnah (rangsangan), dan memakai bermacam-macam make-up, tanpa seorang pun yang mengingkarinya, karena dianggapnya sebagai kebebasan pribadi. Padahal pakaian yang tipis, yang menampakkan kulit, atau tidak menutup bagian tubuh selain wajah dan kedua tangan itu diharamkan oleh syara' demikian menurut kesepakatan kaum muslim.
Kalau pihak yang bertanggung jawab di kampus melarang pakaian yang seronok itu, sudah tentu akan didukung oleh syara' dan undang-undang yang telah menetapkan bahwa agama resmi negara adalah Islam, dan bahwa hukum-hukum syariat Islam merupakan sumber pokok perundang-undangan. Namun kenyataannya, tidak seorang pun yang melarangnya!

Sungguh mengherankan! Mengapa wanita-wanita yang berpakaian tetapi telanjang, yang berlenggak-lenggok dan bergaya untuk memikat orang lain kepada kemaksiatan dibebaskan saja tanpa ada seorang pun yang menegurnya? Kemudian mereka tumpahkan seluruh kebencian dan celaan serta caci maki terhadap wanita-wanita bercadar, yang berkeyakinan bahwa hal itu termasuk ajaran agama yang tidak boleh disia-siakan atau dibuat sembarang?

Kepada Allah-lah kembalinya segala urusan sebelum dan sesudahnya. Tidak ada daya untuk menjauhi kemaksiatan dan tidak ada kekuatan untuk melakukan ketaatan kecuali dengan pertolongan

(referensi: Yusuf Qardawi: Fikih Kontemporer)

Silakan baca juga:
1. Tips menemukan jodoh Islami
2. Benarkah Aisyah mneikah dg nabi SAW saat umur 7 tahun, ini buktinya?
3.Hukum jabat tangan dengan bukan muhrim
4.Sentuhan laki - perempuan apakah membatalkan wudlu?

0 comments:

Template by : kendhin x-template.blogspot.com