Friday, January 16, 2009

APA KABAR GO ORGANIC 2010?

Tahun 2010 tinggal dua tahun lagi, tidak ada salahnya kalau kita memperingatkan kembali kepada pemerintah perihal pencanangan ”Go Organic 2010”. Hal ini perlu dilakukan karena nampaknya pencanangan kebijakan tersebut masih sekedar wacana saja. Terbukti, sampai saat ini gerakan pertanian organik masih jalan di tempat. Salah satu penyebabnya adalah ketidakantusiasan para petani Indonesia menyambut gerakan tersebut. Ada beberapa hal yang menyebabkan petani enggan mengikuti anjuran pemerintah untuk menyukseskan go organik 2010. Pertama, Impian-impian yang diberikan pemerintah kepada petani terlalu mengawang-awang. Para petani diberi mimpi-mimpi yang sering kali tidak mampu dijangkau oleh pemikiran. Salah satunya, dengan bertani organik maka produk yang dihasilkan para petani akan mampu menembus pasar luar negeri yang kini sudah semakin berkiblat pada hasil-hasil pertanian organik. Pemerintah kemudian merajut impian petani dengan menggambarkan betapa makmurnya para petani Indonesia apabila mau berlaih ke pertanian organik. Petani Indonesia akan mampu menguasai pasar internasional, petani Indonesia akan memanen hasil pertaniannya dengan dollar bukan rupiah lagi. Impian ini sangat baik bagi petani kita untuk memacu semangat mereka menuju ke pasar internasional. Akan tetapi kita juga harus sadar bahwa mayoritas petani Indonesia adalah petani gurem tradisional yang memiliki lahan kurang dari seperempat hektar dan masih terlilit dengan urusan perut. Untuk memenuhi kebutuhan makan setiap hari saja sangat sulit apalagi kalau harus memikirkan mengeksport hasil pertanian organik. Kedua, ketidaktepatan dalam kebijakan perpupukan di Indonesia. Ada satu hal yang terasa aneh. Pada satu sisi pemerintah mengkampanyekan pentingnya sistem pertanian organik. Namun di sisi lain produksi pupuk kimiawi terus ditingkatkan setiap tahun. Hal ini terlihat dari angka produksi pupuk nasional mencapai 5,7 juta ton pada tahun 2007 sementara kebutuhan pupuk nasional hanya 4,5 juta ton, bahkan ada rencana untuk meningkatkan jumlah produksi pupuk untuk memacu nilai ekspor. Sementara itu pabrik-pabrik pupuk organik belum juga terbangun. Banyaknya pupuk kimiawi di pasaran pada akhirnya akan berpengaruh pula pada pola bertani para petani Indonesia. Mereka begitu mudah menemukan pupuk kimiawi dan sulit mendapatkan informasi tentang pupuk organik. Disamping itu ada ketidak jelasan mengenai hasilnya yang akan diperoleh ketika menggunakan pupuk organik. Akibatnya para petani Indonesiapun enggan beralih ke organik. Kalau kondisi seperti ini tidak diubah maka petani yang diharapkan menjadi ujung tombak semangat Go organik 2010 bisa dipastikan tidak akan pernah memainkan perannya dengan baik. Petani akan selalu berkutat dengan ketergantungan terhadap bahan-bahan pertanian kimiawi itu. Ketiga, kekhawatiran tidak akan mendapatkan jumlah hasil panen seperti yang diharapkan pada masa transisi, dari penggunaan pupuk kimiawi ke organik. Pada kondisi biasa saja (menggunakan pupuk kimiawi) para petani sering tidak mampu memenuhi kebutuhan pokoknya apalagi kalau panen mereka mengalami penurunan (akibat pupuk organik). Terlebih lagi, penelitian di Jepang menyebutkan bahwa untuk mengembalikan kondisi tanah yang parah seperti di Indonesia dibutuhkan waktu 5 tahun lebih, dengan 3 kali musim tanam per tahun masa transisi. Waktu 5 tahun ini merupakan waktu yang sangat lama bagi petani. Apa yang akan dimakan selama lima tahun itu? Untuk mengatasi beberapa hal tersebut diperlukan tindakan nyata dari pemerintah. Pertama, go organic 2010 harus menomorsatukan kesejahteraan petani Indonesia, bukan menjunjung tinggi orientasi pasar luar negeri. Karena selama ini ”Go Organic 2010” sudah mengarah pada pembelaan kepentingan petani modal besar. Sebaiknya pemerintah membangun pondasi yang lebih kuat dalam pertanian organik, yakni dengan melakukan pendekatan dan bimbingan yang intensif di kalangan petani Indonesia, bukan petani modal besar. Sehingga pada suatu saat nanti pertanian organik menjadi sebuah gerakan nasional tidak gerakan parsial. Kedua, perlunya ketegasan dari pemerintah untuk membatasi jumlah produksi pupuk dan obat-obatan kimiwi. Dan secara bertahap mengalihfungsikan pabrik-pabrik kimiawi ke organik. Dengan dukungan bahan baku organik yang sangat melimpah di Indonesia Insyaaallah cita-cita ini akan mudah tercapai. Ketiga, peningkatan peran serta pemerintah terhadap penanggungan biaya hidup petani selama masa transisi. Pemerintah bisa memberikan jaminan biaya hidup kepada petani, misalnya dalam bentuk pemberian pekerjaan kepada para petani untuk memperbaiki sarana prasarana pertanian seperti jalan pertanian, irigasi, jembatan, dan sebagainya. Ini lebih logis dari pada pemerintah memberikan subsidi pupuk, bantuan langsung, atau bantuan bibit gratis. Kalau pemerintah mau menghamburkan ratusan Triliun untuk nomboki BLBI, alangkah naifnya apabila enggan mengulurkan dana yang setara itu untuk merehabilitasi dunia pertanian Indonesia.

0 comments:

Template by : kendhin x-template.blogspot.com