Monday, December 22, 2008

Pancasila = Hantu


Mengingat-ingat kisah-kisah masa kecil memang benar-benar mengasyikkan. Saat itu saya di takut-takuti kakak saya, “Awas lho... aja metu magrib-magrib mengko digondol Wewe” (Awas jangan main keluar rumah ketika magrib nanti diculik Wewe). Anehnya, saya yang saat itu belum ngerti apalagi ketemu dengan wewe kok ya takut mendengar nama itu. Demikian pula ketika saya sudah besar, ketika menginjak jenjang sekolah menengah atas. Begitu mendengar pelajaran Pancasila (waktu itu PMP) nyali saya pun langsung ciut. Saya tidak tahu mengapa saya selalu takut dengan pelajaran tersebut.
Namun yang pasti ketika mendengar kata Pancasila yang langsung tertera dalam benak saya adalah sebuah kumpulan sila-sila, deretan aturan-aturan, nilai-nilai, norma-norma, sampai dengan seabrek pasal-pasal yang sangat banyak dan harus dihafalkan. Akibatnya (bagi saya) Pancasila bukan lagi menjadi sesuatu yang harus diamalkan namun lebih mirip dengan wewe, SEREM. Di dalam masyarakat Jawa salah satu fungsi hantu adalah sebuah lakon rekaan yang berfungsi sebagai alat control social. Hantu digambarkan sebagai sosok yang menyeramkan agar orang-orang berpikir dua kali untuk berurusan dengannya. Wewe digambarkan sesosok wanita menakutkan yang memiliki kemampuan untuk membawa atau menculik anak-anak kecil ketika petang hari, hal ini mengandung pesan agar anak-anak kecil ketika sudah petang menjelang magrib tidak berkeliaran di luar rumah. Wewe diciptakan agar anak-anak hanya beribadah dan belajar ketika petang hari, bukan keluyuran di luar rumah Genderuwo, digambarkan sebagai seorang laki-laki tinggi besar dengan bau yang sangat tidak enak, suka memba-memba (menyamar) menjadi seorang lelaki beristri dan senang mengganggu istri orang yang sedang sendirian. Kemunculannya merupakan sarana bagi masyarakat Jawa untuk mengingatkan kepada para wanita bersuami untuk bisa menjaga kehormatannya ketika sedang ditinggal suaminya. Disamping itu para wanita diberi peringatan agar mengenal dengan baik karakter suaminya masing-masing. Sehingga dia bisa membedakan benar-benar antara suaminya dengan lelaki lain meskipun secara fisik sangat mirip. Kuntilanak, terkenal sebagai wanita nakalnya dunia gaib, merupakan perlambang (peringatan) kepada para wanita agar selalu menjadi wanita baik-baik ketika hidup di dunia. Karena kebiasaan tersebut akan dibawa sampai mati dan menyebabkan ruhnya tidak diterima Tuhan ,klambrangan.
Beberapa jenis hantu di atas hanyalah sedikit dari puluhan bahkan ratusan jenis hantu yang diciptakan masayarakat Jawa. yang masing-masing membawa pesan tersendiri. Semua jenis hantu tersebut berfungsi sebagai alat kontrol sosial yang sengaja diciptakan masyarakat Jawa untuk mencapai dunia kemasyarakatan Jawa yang harmonis.
Manusia Jawa selalu dituntut untuk berhubungan seharmonis mungkin dengan saudaranya, tetangganya, dan orang lain walaupun memiiki permasalahn pribadi. Suami dituntut untuk mesra dengan istrinya ketika dimuka umum meskipun mereka sedang mengurus proses perceraian, seseorang sangat dianjurkan untuk bermuka manis dengan tetangganya meskipun diantara mereka sedang berebut batas pekarangan, dan sebagainya. Utamanya keharmonisan permukaan itulah yang selalu menjadi idaman masyarakat Jawa meskipun di dalamnya penuh dengan gejolak (Suseno,1993). Pun dengan Pancasila, sila-sila, simbol-simbol, maupun nilai-nilai yang terkandung di dalamnya merupakan ”hantu” ciptaan bangsa Indonesia untuk membatasi masyarakat Indonesia tidak keluar jalur dari pribadi Indonsia. Tujuannya adalah agar dicapai sebuah keharmonisan berbangsa Indonesia.

0 comments:

Template by : kendhin x-template.blogspot.com