Wednesday, May 13, 2009

Pelanggaran HAM Sejak Kita Belum Lahir (Orok dan Bayi), (Kasus di RS besar di Yogyakarta)

Tanggal 24 April 2009 lalu salah seorang teman saya melahirkan anak keduanya di sebuah rumah sakit besar di Yogyakarta. Karena bukan pengalaman yang pertama maka dia terlihat sangat tenang menghadapi peristiwa itu, paling tidak tidak segugup ketik pertama kali dulu. maksud hati ingin mendapatkan pelayanan yang maksimal terhadap anaknya mka rumah sakit yang besar pun dipilihnya. Tetapi apa lacur bukan pelayanan yang memuaskan yang dia dapatkan namun perlakuan yang sungguh tidak manusiawi: 1. Ketika teman saya merasa bahwa bayi yang dikandungannya sudah berada di ”pintu keluar” para bidan yang merawatnya tidak berusaha menolongnya. Padahal teman saya yakin betul tanpa mengejanpun bayinya akan keluar dengan sendirinya. Mengetahui kondisi yang demikian, alih-alih para bidan menolongnya agar cepat keluar. Namun mereka justru berusaha keras menahn agar bayinya tidak keluar. Begini katanya: ”Bu sabar jang dikeluarkan dulu belum ada dokternya, nanti aja kalau dokternya sudah datang...”. Padahal bidan yang ada adalah bidan-bidan senior, bukankah aneh masak bayi mau keluar di suruh nunggu dokternya. Bukan itu saja mereka tidak merasa cukup hanya mengatakan kimat itu namun mereka juga dengan sekuat tenaga memiringkan teman saya dan merapatkan kedua kaki teman saya. Ini jelas tindakan penyiksaan yang luar biasa. Makanya tidak mengherankan jika kemudian teman saya berteriak keras lantaran tidak kuat menahan sakit. Anda bisa membayangkan bagaimana sakitnya perlakuan itu. Sedangkan orang yang akan melahirkan biasa aja pasti menahan sakit yang luar biasa. Untunglah dengan cepat teman saya bisa melepaskan diri dari penyiksaan itu. Para bidan yang menghimpitnya serta merta terpaksa di tendangnya. Dan benar saja hanya dalam hitungan menit saja bayinya sudah keluar. Alhamdulillah dengan selamat. Pertanyaannya, Apakah selalu seperti itu perlakuan di rumah sakit. Bayi tidak boleh lahir dulu kalau tidak ada dokternya? Atau memang itu sebuah kesengajaan dari manajemen rumah sakit agar ada tagihan jasa pelayanan dokter dalam penanganannya, sehingga keuntungan dokter dan rumah sakit meningkat? 2. Pelanggaran kedua. Setelah bayinya keluar, langsung dimasukkan ke dalam ruang isolasi dan sang ibu dipindahkan di sebuah kamar yang berbeda bloknya. Kalau tidak salah harus melalui tiga lantai dari gedung yang berbeda. Dan setiap tiga jam sekali mereka dipertemukan untuk menyusui dan disusui. Pertanyaan saya, apakah seorang bayi yang baru lahir bisa bertahan tidak minum selama tiga jam? Kasusnya adalah, ternyata ketika di ruang bayi, teman saya menemukan sebotol susu formula disamping anaknya. Jadi kesimpulannya selama si bayi tidak di susui ibunya dia disusui oleh ”sapi”. Perhatian: Ini adalah sesuatu yang biasa jika tidak diperhatikan dengan seksama. Namun sebenarnya pihak rumah sakit telah melakukan pelanggaran mendasar yakni mereka memberikan susu formula kepada bayi tanpa meminta ijin ibunya. Padahal ASI adalah hak asasi bagi sang bayi dan menyusui juga hk asasi dari ibunya. Seharusnya: Pihak rumah sakit kalau ingin memberikan susu formula harus meminta persetujuan orang tua bayi. Mereka tidak boleh seenaknya memberikan susu formula kepada anak yang baru dilahirkan. Kasus Pribadi: Kejadian yang kedua juga saya alami. Namun untungnya saya masih mujur. Pada saat kelahiran anak kedua saya kebetulan kami di takdirkan di sebuah rumah sakit Islam di Yogyakarta. Ketika semua proses kelahiran sudah selesai dan istri saya sedang dirawat setelah melahirkan. Tiba-tiba saya dipanggil bagian perawatan bayi. Mereka menyodorkan sebuah surat pernyataan yang harus say tanda tangani. Ketika saya mencermati isinya, rupanya surat tersebut surat pernyataan bahwa anak saya boleh di beri susu formula. Terang saja saya menolak menandatanganinya. Dengan ramah perawat berkata, ”Kalau bapak tidak setuju silakan bapak membuat surat pernyataan bahwa bapak tidak setuju dengan surat ini”. Singkat cerita, anak sayapun menjadi satu-satunya anak yang tidak diberi susu formula pada saat itu. Dua kasus dari dua rumah sakit tersebut bisa kita jadikan pedoman untuk berhati-heti terhadap pelanggaran HAM yang menimpa kita.

0 comments:

Template by : kendhin x-template.blogspot.com