Ada pemahaman bahwa sebenarnya haji itu adalah "pertemuan" antara utusan/duta dari penjuru dunia di mana persyaratannya bukan hanya mampu secara finansial, tapi dianggap mampu mewakili komunitas/negaranya. Tentu saja orang-orang pilihan. Apakah itu artinya orang yang tidak cukup mampu (dalam artian untuk memenuhi kriteria sebagai duta) sebenarnya tidak perlu berhaji.
Saudaraku...!
Pemikiran seperti itu memang benar, tidak ada salahnya. Tetapi kalau sampai mengatakan bahwa orang yang tidak pantas menjadi duta tidak perlu pergi haji, tentu saja tidak benar. Sebab syarat wajib dan syarat sah ibadah haji tidak mencantumkan kapasitas seseorang harus bisa jadi duta. Jangan lupa bahwa meski kita dibolehkan menguraikan falsafah ibadah haji secara nalar dan logika pemikiran sebagaimana teman anda itu, akan tetapi jangan sampai melanggar aturan kongkrit yang esensial dari segi fiqihnya.
Misalnya, jangan mentang-mentang kita ingin mengatakan bahwa haji itu adalah pertemuan international para duta dari berbagai wilayah, lalu kita kelewatan dan menghilangkan ritual wuquf di Arafah sebagai bagian pokok ibadah haji. Seharusnya kedua sisi falsalah dan fiqih harus sejalan dengan berlandaskan dalil-dalil yang kuat. Dari segi falsafahnya, ibadah haji memang merupakan sebuah even umat Islam sedunia, besar dan terbesar di dunia. Tidak pernah ada ritual agama di mana pun yang bisa mengumpulkan jumlah jamaah sampai 3 jutaan manusia di satu titik di permukaan bumi.
Yang menarik lagi, ritual seperti ini terjadi setiap tahun tanpa dikomando atau disuruh-suruh. Semua berjalan secara otomatis tanpa ada kekuasaan atau kekuatan manusia apapun di belakangnya. Juga tidak pernah ada kepentingan ormas, orsospol, negara atau yayasan apapun yang berhak mengklaim bahwa ritual itu milik mereka. Mestinya kesempatan berkumpul dengan duta-duta umat Islam sedunia itu harus terjadi padang Arafah itu. Paling tidak, acara wuquf itu menjadi simbol persatuan dan kesatuan umat Islam sedunia. Pakaian mereka yang seragam itu adalah cerminan bahwa mereka tidak mewakili negara manapun, karena pada hakikatnya semua umat Islam di mana pun adalah satu.
Bayangkan, umat Islam sedunia berkumpul di satu titik dengan jumlah 3 juta. Menakjubkan! Namun, kalau kita pernah ikut haji langsung dan hadir di padang Arafah yang sesungguhnya, secara teknis memang tidak terlalu mudah ide itu diwujudkan. Sebab yang namanya duta atau perwakilan umat Islam sedunia, tentu tidak sebanyak itu. Kalau tiga juta orang hadir dalam waktu bersamaan, diskusinya bagaimana? Pakai bahasa apa? Lagian, mereka tinggal di tenda-tenda yang tidak permanen. Kenyataannya mereka malah sibuk mengatur urusan masing-masing, ketimbang mengadakan acara diskusi misalnya. Sebab secara teknis memang kurang memungkinkan. Tetapi sebagai sebuah simbol, tentu even Arafah itu memang punya daya tarik tersendiri.
Kita bisa ambil perbandingannya dengan beragam acara muktamar yang digelar ormas tertentu di negeri kita. Di lokasi muktamar, memang ada sidang-sidang dan agenda pembahasan sebagai sentral, tetapi yang ikut tidak semua pengunjung adalah peserta muktamar. Dengan jumlah ribuan itu, yang ramai adalah suasana di luar sidang. Pasar malam, tabligh akbar, pameran, temu budaya, ajang kesenian dan lainnya biasanya lebih semarak. Barangkali di luar acara puncak ritual Arafah, para duta betulan yang memang secara formal benar-benar diangkat oleh umat Islam dari sekian wilayah boleh berkumpul. Mereka adalah para ulama, umara, ahul halli wal 'aqdi, pemikir, dosen atau minimal orang-orang yang berkompeten di bidangnya. Adapun umumnya jamaah haji yang kita saksikan, banyak di antara mereka yang sudah tua, jompo, penyakitan dan orang-orang lemah. Tentu bukan pada tempat kalau kita mengharuskan mereka jadi duta. Jangankan jadi duta, sekedar berkomunikasi pun mereka kesulitan.
Bukankah salah satu sebab tragedi Mina tiap tahun itu adalah lantaran tidak terjadi saling paham bahasa antara jamaah haji dengan para petugas. Petugas bersikukuh untuk menggunakan bahasa Arab, sementara jamaah haji yang 3 juta itu berbahasa sesuai dengan bahasa lokalnya masing-masing. Begitu petugas memberi komando, tak satu pun yang paham. Terus kalau sudah begini, mau diskusi apa? Jadi bolehlah kita sebut bahwa wuquf di Arafah adalah tempat berkumpulnya duta umat Islam sedunia. Namun biar bagaimanapun wuquf ini tetaplah sebuah ritual. Tetapi untuk menggelar acara diskusi, sidang pembahasan dan sejenisnya, tentu kurang visible bila dilakukan pada momentum itu.
Sebenarnya Rasulullah SAW sudah memberi contoh kongkrit untuk ritual Arafah ini, yaitu khutbah Arafah, yang seharusnya dipimpin oleh satu Khatib saja dan didengar oleh semua jamaah. Tapi lagi-lagi, kondisi padang Arafah yang tidak ada masjid atau bangunan apapun membuat jamaah haji terpetak-petak dalam wilayah yang luas dan berkapling-kapling. Di Arafah tidak ada masjid atau bangunan yang mampu menampung 3 juta jamaah sekaligus, tidak seperti Masjid Al-Haram di dalam kota Makkah. Masjid itu memang mampu menampung jutaan manusia sekaligus dan dilengkapi dengan sound system terbaik di dunia. Sudah ada garis-garis shafnya yang rapi dan teratur, sehingga jutaan jamaah bisa terlihat sangat kompak. Pemandangan seperti itu tidak akan terjadi di padang Arafah. Mereka berkeliaran kesana kemari, masing-masing sibuk dengan rombongannya. Tiap kelompok membuat acara sendiri-sendiri di dalam tenda masing-masing.
Diolah dari beberapa referensi
Silakan baca juga
Labels
- aqidah (33)
- Budaya (12)
- Ibadah (261)
- Kesalahan-Kesalahan dalam Thaharah (16)
- Lomba (2)
- Perjuangan (67)
- Sholat (70)
- Tips (6)
- Tips Wawancara (8)
Tips Menikah Islami
DOWNLOAD
Monday, October 12, 2009
Konsep dan filosofi Berhaji
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Blog Archive
-
▼
2009
(355)
-
▼
October
(38)
- Aisyah r.a menikah dengan Nabi SAW umur 7 tahun, B...
- Aisyah r.a menikah dengan Nabi SAW umur 7 tahun, B...
- Aisyah r.a menikah dengan Nabi SAW umur 7 tahun, B...
- Aisyah r.a menikah dengan Nabi SAW umur 7 tahun, B...
- KESALAHAN MENYIBUKKAN DIRI DALAM PERKARA SUNNAH DE...
- PRIORITAS FARDHU ATAS SUNNAH DAN NAWAFIL
- Waktu, Tata Cara dan Adab Berpuasa Di Hari Asyura
- Keutamaan Puasa Hari Asyura 10 Muharram
- Menipiskan Alis
- Menyambung Rambut
- Tatoo, Kikir Gigi dan Operasi Kecantikan Hukumnya ...
- Perkembangan Sosial anak 0 – 1 tahun
- CIRI-CIRI AHLUS SUNNAH
- CIRI-CIRI AHLI BID'AH
- Nikah Beda Agama, Hukumnya (Bagian Dua:Habis)
- NIKAH BEDA AGAMA (bagian Satu)
- Kedalaman Laut dan Samudera (Bukti kebenaran Al Qu...
- Bukti Kebenaran Al Qur’an: Kulit Sebagai Panca Indera
- Pembatal-pembatal ke Islaman(murtad/riddah)...meng...
- Bagaimana Menafsirkan Al-Quran?
- TURUN DAN TERSEBARNYA AL-QURAN Tujuh Imam Qira-ah
- Batasan Tegas Tentang Ahli Kitab
- Lima Golongan Orang-orang yang Merugi
- Hukum Wanita/Pria Memakai Parfum
- Ibu Tiri bolehkah Dinikahi, Apakah Mahram?
- Apakah Kita sudah mengikuti Tata Cara Mandi dengan...
- Konsep dan filosofi Berhaji
- Syarat Orang yang mengHajikan dan Puasa Orang Lain
- Tunggakan Hutang Diniatkan Sebagai Zakat
- Aurad Muhammadiyah, Penyimpangan Darul Arqam
- Siswi dan mahasiswi yang memakai penutup muka/ cad...
- Muslim Memeriahkan Acara Tahun Baru Masehi
- Menyemir Rambut dengan Warna Hitam dan Memakai San...
- Celana Dibawah Mata Kaki dan Bid'ah
- Hukum Mengadakan Tahlil
- Membayar Hutang Puasa Orang yang Meninggal
- 5 Faedah/ keutamaan dan Cara Melakukan Puasa Syawal
- Apakah Program Investasi di Internet itu Riba
-
▼
October
(38)
0 comments:
Post a Comment