Di antara para qurra’ kelompok ketiga yang paling banyak dikenal adalah tujuh orang imam qira-ah. Mereka ini menjadi rujukan dalam ilmu qira-ah dan mengalahkan imam-imam yang lain. Dari masing-masing tujuh imam itu dikenal dua orang perawi di antara sekian banyak perawi yang tidak bisa dihitung jumlah¬nya.
Nama-nama tujuh imam dan dua orang perawinya itu adalah sebagai berikut:
- Ibnu Katsir dari Makkah. Dua orang perawinya adalah Qanbul dan Bizzi yang meriwayatkan qira-ah darinya melalui se¬orang perantara.
- Nafi' dari Madinah. Dua orang perawinya adalah Qalun dan Warasy.
- Ashim dari Kufah Dua orang perawinya adalah Abu Bakar Syu'bah bin al-'Iyasy dan Hafs. Al-Quran yang ada di kalangan kaum Muslimin dewasa ini adalah memakai qira-ah Ashim yang diriwayatkan oleh Hafs.
- Hamzah dari Kufah. Dua orang perawinya adalah Khalf dan Khatlad yang meriwayatkan qira-ah darinya melalui satu perantara.
- Al-Kisa'i dari Kufah. Dua orang perawinya adalah Dauri dan Abul Harits.
- Abu Amr bin al-'Ala' dari Basrah. Dua orang perawinya ada¬lah Dauri dan Sausi yang meriwayatkan qira-ah darinya melalui seorang perantara.
- Ibnu 'Amir. Dua orang perawinya adalah Hisyam dan Ibnu Zakwan yang meriwayatkan melalui satu perantara.
Mayoritas ulama Ahlus Sunnah berkeyakinan bahwa tujuh qira-ah di atas diriwayatkan secara mutawatir, sehingga sabda pada Nabi, "Al-Quran diturunkan dengan memakai tujuh huruf, ditafsirkan oleh sebagian mereka sebagai diturunkan dengan me¬makai tujuh qira-ah itu. Sebagian ulama Syi'ah juga condong kepada pendapat ini. Akan tetapi sebagian ulama menegaskan bahwa qira-ah-qira-ah yang terkenal itu tidak diriwayatkan secara mutawatir, Dalam al-Burhan, az-Zarkasyi menyatakan bahwa, menurut penyelidikan ilmiah, qira-ah- qira-ah itu memang diriwa¬yatkan secara mutawatir dari tujuh imam itu. Akan tetapi diragukan, apakah ia diriwayatkan secara mutawatir dari Nabi Muham¬mad s.a.w. Sanad tujuh qira-ah itu memang terdapat dalam buku¬buku qira-ah dan merupakan periwayatan seorang perawi dari seorang perawi yang lain. Makki menyatakan, "Sungguh salah bila orang menganggap bahwa qira-ah para qura , seperti Nafi' dan 'Ashim, itu adalah tujuh huruf yang disebutkan dalam hadis Nabi (di atas)." Selanjut¬nya ia menyatakan, "Anggapan ini membawa konsekuensi bahwa qira-ah di luar qira-ah tujuh imam itu, yang telah pasti diriwayat¬kan dari imam-imam selain mereka dan sesuai dengan tulisan mus¬haf, bukan merupakan Al-Quran.
Ini merupakan kesalahan yang besar, sebab ahli-ahli qira-ah terdahulu yang menyusun buku-buku tentang qira-ah qira-ah AI-Quran, seperti Abu 'Ubaid al-Qasim bin Salam, Abu Hatim as-Sijistani, Abu Ja'far ath-Thabari dan Ismail al-Qadhi menyebutkan qira-ah- qira-ah yang jumlahnya beberapa lipat dari jumlah tujuh qira-ah itu. Orang ramai pada awal tahun dua ratusan Hijrah di Basrah tertarik kepada qira-ah Abu Amr dan Ya'kub, di Kufah kepada Hamzah dan 'Ashim, di Suriah kepada Ibnu 'Amir, di Makkah kepada Ibnu Katsir, dan di Madinah kepada qira-ah Nafi'. Hal ini berlanjut terus. Kemudian di awal tahun tiga ratusan Hijrah, Ibnu Mujahid menetapkan nama Kisa'i dan membuang nama Ya'kub. Makki menyatakan bahwa sebab diadakannya pembatasan pada tujuh qira-ah imam itu - padahal jumlah para imam qira-ah yang lebih berbobot, atau sama bobotnya dengan mereka, lebih banyak - adalah karena para perawi dari imam-imam itu banyak sekali. Maka setelah minat orang mulai berkurang, para perawi membatasi diri hanya pada qira-ah yang sesuai dengan mushaf yang mudah dihapal dan benar untuk membaca Al-Quran. Mereka meneliti orang yang dikenal dapat dipercaya, jujur, lama menekuni qira-ah dan disepakati untuk dijadikan rujukan dalam qira-ah. Kemudian mereka memilih satu orang imam dari tiap-tiap daerah. Di samping itu mereka tidak meninggalkan periwayatan qira-ah yang diajarkan oleh selain tujuh imam qira-ah tersebut di atas, dan tidak meninggalkan pembacaan Al-Quran dengan qira-ah mereka itu, seperti qira-ah Ya'kub, Abu Ja'far, Syaibah dan lain-lain. Selanjutnya Makki mengatakan bahwa seperti Ibnu Mujahid, Ibnu Jubair al-Makki juga menyusun sebuah buku tentang qira-ah- qira-ah Al-Quran. Dia membatasi lima buah qira-ah dengan memilih satu orang imam dari tiap-tiap daerah. Dia membatasi pada jumlah itu karena mus-haf-mus-haf yang dikirimkan Usman ke daerah-daerah berjumlah lima buah.
Memang ada pendapat yang mengatakan bahwa Usman mengirimkan tujuh buah mus-haf : lima mus-haf untuk daerah-daerah yang telah disebutkan di atas, dan dua mus-haf untuk Yaman dan Bahrain, tetapi Ibnu Jubair tidak mendengar berita tentang dua mus-haf itu. Sedang Ibnu Mujahid dan lainnya bermaksud memelihara jumlah mus-haf itu. Maka dia memilih dua orang imam ahli qira-ah untuk mengganti¬kan kedudukan dua mus-haf itu, dengan maksud melengkapi jumlah mus-haf tersebut, dan secara kebetulan jumlah itu sesuai dengan jumlah (huruf) yang disebutkan dalam hadis di atas. Ke¬mudian orang yang tidak mengetahui latar belakang masalahnya dan kurang pengetahuannya mengira bahwa yang dimaksudkan dengan tujuh huruf itu adalah tujuh qira-ah di atas. Padahal sandaran tujuh qira-ah ini adalah kesahihan sanad dalam menerima qira-ah, kesesuaiannya dengan bahasa Arab dan rasam usmani (tulisan Mus-haf Imam). Dalam asy-Syafi, al-Qurab menyatakan bahwa berpegang teguh pada tujuh qira-ah itu, bukan yang lain, tidak ada dasarnya dalam atsar maupun Sunnah. Tujuh qira-ah itu hanya merupakan pengumpulan ulama muta-akhir yang kemudian terkenal dan menimbulkan kesan tidak boleh diadakan penambahan terhadap jumlah itu. Hal ini tidak dikatakan oleh seorang ulama pun. sumber buku: Mengungkap Rahasia Alquran karya Allamah MH Thabathabari
Silakan baca juga:
0 comments:
Post a Comment