Saturday, August 15, 2009

Melafadzkan Niat Puasa dan Haruskah Tiap Malam?

Lafadz niat untuk puasa tidak pernah kita dapat dari hadits-hadits Rasulullah SAW. Artinya, beliau SAW memang tidak pernah memberi contoh atau pun memerintahkan kita untuk melafadzkan niat. Yang diwajibkan adalah berniat itu sendiri dan tempatnya memang di dalam hati. Prinsipnya adalah menyengaja dalam hati atau ketetapan di dalam hati kita bahwa “esok hari saya akan melakukan puasa”. Sedangkan pelafalannya seperti yang sering kita dengar bukanlah termasuk syarat dari niat. Sehingga bila di dalam hati kita terbersit untuk melakukan puasa, syahlah niat itu dan cukuplah dengan itu. Syarat adanya niat ini hanya berlaku pada puasa wajib seperti ramadhan ini. Sedangkan pada puasa sunnah, tidak disyaratkan adanya niat sejak malamnya. Sehingga puasa sunnah bisa dilakukan dengan cara 'improfisasi'. Artinya bila pada sejak pagi hingga siang hari seseorang kebetulan belum makan atau minum, maka kalau lantas berniat untuk puasa saja, boleh dilakukan. Dan hal itu sering terjadi pada diri Rasulullah SAW. Dimana beliau tidak mendapatkan makanan pada pagi hari, lantas beliau berniat untuk puasa saja. Dari Aisyah ra. berkata,"Rasulullah SAW datang kepadaku pada suatu hari dan bertanya, "Apakah kamu punya makanan?." Aku menjawab,"Tidak." Beliau lalu berkata,"Kalau begitu aku berpuasa." (HR Muslim) Kedudukan niat ini menjadi sangat penting untuk puasa wajib. Karena harus sudah diniatkan sebelum terbit fajar. Dan puasa wajib itu tidak syah bila tidak berniat sebelum waktu fajar itu. Sabda Rasulullah SAW: Barang siapa yang tidak berniat pada malamnya, maka tidak ada puasa untuknya. (HR Tirmizy) Apakah niat harus setiap malam / di awal ramadhan saja, para ulama berbeda pendapat: 1. Jumhur Ulama: Harus Setiap Malam Menurut jumhur ulama, niat itu harus dilakukan pada setiap malam yang besoknya kita akan berpuasa secara satu per satu. Tidak bisa digabungkan untuk satu bulan. Logikanya adalah karena masing-masing hari itu adalah ibadah yang terpisah-pisah dan tidak satu paket yang menyatu. Buktinya, seseorang bisa berniat untuk puasa di suatu hari dan bisa berniat tidak puasa di hari lainnya. Oleh karena jumhur ulama mensyaratkan harus ada niat meski tidak perlu dilafazkan pada setiap malam hari bulan ramadhan. 2. Kalangan Fuqaha Al-Malikiyah: Boleh Niat Untuk Satu Bulan Sedangkan kalangan fuqaha dari Al-Malikiyah mengatakan bahwa tidak ada dalil nash yang mewajibkan hal itu. Bahkan bila mengacu kepada ayat Al-Qur'an Al-Kariem, jelas sekali perintah untuk berniat puasa satu bulan secara langsung dan tidak diniatkan secara hari per hari. Ayat yang dimaksud oleh Al-Malikiyah adalah: …Siapa yang menyaksikan bulan (Ramadhan) itu hendaklah dia berpuasa…(QS Al-Baqarah: 185) Menurut mereka, ayat Al-Qur'an Al-Kariem sendiri menyebutkan bahwa hendaklah ketika seorang mendapatkan bulan itu, dia berpuasa. Dan bulan adalah isim untuk sebuah rentang waktu. Sehingga berpuasa sejak hari awal hingga hari terakhir dalam bulan itu merupakan sebuah paket ibadah yang menyatu. Dalam hal ini mereka membandingkannya ibadah haji yang membutuhkan masa pengerjaan yang berhari-hari. Dalam haji tidak perlu setiap hari melakukan niat haji. Cukup di awalnya saja seseorang berniat untuk haji, meski pelaksanaannya bisa memakan waktu seminggu. Diolah dari sebuah sumber (anonymous) baca juga: 1. Muntah Yang Membatalkan Puasa 2. Adab Sebelum tidur 3. Amalan Utama Ramadhan 4.Keutamaan Shubuh dan Ashar 5. Sex Ala Nabi SAW

0 comments:

Template by : kendhin x-template.blogspot.com