Friday, August 28, 2009

Melayat/takziyah dan Mendoakan Orang Kafir Diterima Amalannya.

Kita sebagai umat muslim harus membedakan antara muammalah dengan ibdah mahdhoh. Hubungan dengan orang non muslim adalah sebuah muamalah. Sehingga ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:

Masalah Pertama: Bertakziyah kepada Orang Kafir Para ulama telah menyepakati bahwa bertakziyah kepada orang non muslim hukumnya boleh. Termasuk berbuat baik, bermuamalah, bertetangga, saling bertukar hadiah dan seterusnya. Paus Yohanes Pauls II secara nyata belum pernah menyatakan ke-Islaman, sehingga dalam kaca mata syariah dia dihukumi sebagai non muslim. Meski semua orang mengakui bahwa dirinya banyak melakukan berbagai kebaikan. Namun ketika dia meninggal, boleh hukumnya bagi seorang muslim untuk bertakziyah serta mengucapkan bela sungkawa.

Perilaku ini dibenarkan berdasarkan praktek Nabi SAW di masa lalu, dimana beliau pernah mengunjungi jenazah orang kafir. Dan syariat Islam tidak melarang kita untuk melakukan hal ini, karena juga tidak ada nash yang melarangnya. Termasuk yang dibolehkan adalah mengucapkan bela sungkawa kepada keluarga atau kerabatnya.
Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. (QS Al-Mumtahanah: 8) Diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW menjenguk seorang Yahudi yang dahulu pernah melayaninya dan akhirnya Yahudi itu masuk Islam. Hal itu diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dalam Al-adab Al-Mufrad, juga disebutkan oleh Ibnu Hajar dalam Al-Matalib Al-Aliyah.

Intinya bermuamalah itu boleh selama dalam koridor syariah. At-Tsauri berkata bahwa seorang muslim dibolehkan untuk bertakziyah kepada orang non muslim yang mati, dan kepadanya disunahkan untuk mengucap (lillahis-sultan wal azhamah), kekuasaan dan keagungan hanyalah milik Allah. Al-Hasan berkata bila kamu bertakziyah kepada orang kafir maka ucapkanlah, "Tidaklah menimpamu kecuali kebaikan." Abu Ubdullah bin Baththah berkata, "Yang diucapkan pada saat bertakziah kepada orang kafir adalah: "Semoga Allah memberikan kepada atas musibah ini sesuatu yang lebih baik dari apa yang Allah berikan kepada siapapun dari orang yang memeluk agamamu."

Seorang muslim boleh memilih lafaz manapun yang lebih disukainya dari lafaz-lafaz di atas. Masalah Kedua: Mendoakan Orang Kafir Hukum mendoakan orang kafir itu tergantung dari materi doanya dan pada saat kapan doa itu dipanjatkan. Berdoa kepada Allah SWT untuk orang kafir yang dibenarkan adalah mendoakannya agar mendapatkan hidayat agar masuk Islam. Sebagaimana dahulu Rasulullah SAW berdoa agar Islam dikuatkan oleh salah satu dari dua Umar. Dan akhirnya Umar bin Al-Khattab masuk Islam.
Selain itu doa yang dibolehkan adalah memintakan ampunan untuk orang kafir ketika masih hidup. Hal itulah kita dapatkan dari hadit berikut ini: Dari Abi Abdirrahman Abdillah ibni Mas'ud r.a. berkata, "Seolah aku masih melihat Rasulullah SAW tengah menceritakan seorang nabi di antara para nabi shalawatuhu wa salamuhu alaihim yang dipukul oleh kaumnya hingga berdarah. Nabi itu lalu menyeka darah dari wajahnya seraya berdoa,"Ya Allah, ampunilah kaumku, karena mereka tidak tahu"" (HR Muttafaqun 'alaihi)

Namun memintakan ampunan bagi orang kafir yang sudah meninggal dunia hukumnya haram. Dalilnya adalah ketika Rasulullah SAW meminta izin kepada Allah SWT untuk meminta ampunan dari Allah atas ibunya, permintaan itu ditolak Allah SWT. Dalil lainnya adalah sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Al-Quran kisah meninggalnya Abu Thalib, di mana saat itu Rasulullah SAW ingin memintakan ampunan kepada Allah SWT atas dosa-dosa Abu Thalib. Saat itu turunlah ayat berikut ini: Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat, sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka jahanam. Dan permintaan ampun dari Ibrahim untuk bapaknya tidak lain hanyalah karena suatu janji yang telah diikrarkannya kepada bapaknya itu.

Maka, tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya itu adalah musuh Allah, maka Ibrahim berlepas diri dari padanya. Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun. (QS At-Taubah: 113-114)

Baca Juga:

  1. Apakah Khamar Najis? 
  2. Cara Mengkafani Jenazah (boleh dengan Sutra?) 
  3. Mentalqin Orang yang akan meninggal (dengan Yaasin)

0 comments:

Template by : kendhin x-template.blogspot.com