Wednesday, August 19, 2009

Antara Ta'aruf dan Khitbah

Banyak pertanyaan mengenai Taaruf dengan Khitbah. Pada prinsipnya keduanya dibedakan dalam hal materi pembicaraan yang di lakukan. Adakah kalimat-kalimat yang dimaksudkan untuk mernyatakan maksud untuk menikahi, baik yang bersifat eksplisit (terbuka) maupun yang bersifat implisti (sindiran). Kalau baru sekedar ziarah atau berkunjung, tanpa menyentuh sama sekali materi tentang keinginan untuk mengawini/menikahi tentu saja tidak bisa dikatakan khitbah. Dan secara syar'i, wanita tersebut masih sangat dimungkinkan untuk menerima khitbah dari laki-laki lain. Namun bila sudah menyampaikan maksud dan keinginan untuk menikahi, lalu orang tuanya juga memberikan pernyataan persetujuannya atas lamaran anda, barulah wanita itu menjadi makhtubah (sudah dalam posisi dilamar), sehingga tidak boleh baginya menerima lagi lamaran dari pihak lain tanpa seizin dari anda. Adapun kebesertaan orang tua (dari pihak laki-laki) dalam masalah lamaran sama sekali tidak menjadi bagian syarat untuk sebuah lamaran. Bahkan hingga nanti akad nikah sekalipun, sebenarnya tidak ada keharusan bagi orang tua (dari pihak laki-laki) untuk hadir. Sebab yang dibutuhkan adalah dalam sebuah lamaran dan akad nikah adalah wali dari pihak wanita. Semua itu kalau kita bicara dari sudut pandang syariah. Adapun kalau kita melihat dari sudut pandang kebiasaan, 'urf atau kelayakan yang umumnya berlaku,itu sebuah kewajaran bila datang bersama dengan kedua orang tua atau sanak famili terdekat. tentu akan sangat layak. Sebab secara tidak langsung akan menunjukkan keseriusan dari pihak keluarga. Untuk lebih jelasnya silakan baca buku kisah sejati "Menikah Dalam 27 Hari" karya Muhammad Adzdzikra Artikel lain: 1. Adab meminang/ melamar 2. Hikmah Haramnya Patung 3. Islam Agama Paling sulit? 4. Sex Ala NAbi SAW

0 comments:

Template by : kendhin x-template.blogspot.com