Wednesday, August 26, 2009

Hukum Mengucapkan Selamat Hari Raya Non Muslim (Nasrani/Natal)

Mengucapkan selamat Natal itu sebenarnya punya makna yang mendalam dari sekedar basa-basi antar agama. Karena tiap upacara dan perayaan tiap agama memiliki nilai sakral dan berkaitan dengan kepercayaan dan akidah masing-masing. Karena itu masalah mengucapkan selamat kepada penganut agama lain tidak sesedarhana yang dibayangkan. Sama tidak sesederhana bila seorang mengucapkan dua kalimat syahadat. Syahadatian itu punya makna yang sangat mendalam dan konsekuensi hukum yang tidak sederhana. Termasuk hingga masalah warisan, hubungan suami istri, status anak dan seterusnya. Padahal cuma dua penggal kalimat yang siapa pun mudah mengucapkannya.

Dalam surat Al-Furqan yang menceritakan tentang sifat ciri-ciri hamba Allah, ada larangan untuk menghadiri ritual agama lain sekaligus haram untuk mengucapkan selamat atas ritual penyembahan berhala itu. Dan orang-orang yang tidak menghadiri Az-Zuur, dan apabila mereka bertemu dengan yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui dengan menjaga kehormatan dirinya. (QS Al-Furqan: 72). Oleh sebagian ahli tafsir, makna ayat ini bukanlah bersaksi palsu, namun maknanya adalah menghadiri Az-Zuur. Ketika ditanya makna Az-Zuur, jawabannya adalah perayaan atau ibadah orang-orang musyrik. Natal adalah ibadah ritual dan merupakan shalat-nya pemeluk nasrani. Sehingga kita diharamkan menghadiri ibadah itu termasuk dilarang mengucapkan selamat atas ibadah yang mereka lakukan. Semua itu lepas dari urusan bahwa mereka menyekutukan Isa a.s. sebagai anak Tuhan, juga lepas dari urusan trinitas, juga lepas dari urusan bahwa mereka berperang atau berdamai dengan kita. Artinya, meski seandainya ada sekelompok sekte nasrani yang tidak menuhankan Nabi Isa a.s. dan tidak mentrinitaskan beliau, tetap saja kita diharamkan menghadiri Natal itu. Karena masalahnya adalah Natal itu merupakan ritual ibadah agama lain.

Di sinilah titik permasalahannya Pengucapan tahni'ah (ucapan selamat) Natal kepada Nashrani juga memiliki implikasi hukum yang tidak sederhana. Benar bahwa muslimin menghormati dan menghargai kepercayaan agama lain bahkan melindungi bila mereka zimmi. Namun perlu diberi garis tengah yang jelas. Manakah batasan hormat dan ridha di sini. Hormat adalah suatu hal dan ridha adalah yang lain.

Kita hormati nasrani karena memang itu kewajiban. Hak-hak mereka kita penuhi karena itu kewajiban. Tapi memberi ucapan selamat, ini mempunyai makna ridha, artinya kita rela dan mengakui apa yang mereka yakini. Ini sudah jelas masuk masalah akidah. Dan inilah yang menjadi batas tegas disini. Jangan sampai ada perasaan takut di hati para tokoh agama kita bila belum mengucapkan selamat Natal, maka kita kurang toleran, kurang ramah dan kurang menghargai agama lain. Ini penyakit kejiwaan yang hingga dalam lubuk sanubari kebanyakan kita. Sehingga terkadang menjelma menjadi sikap yang kurang tepat. Bila kita tidak mengucapkan selamat Natal bukan berarti kita tidak ingin adanya persaudaraan dan perdamaian antar penganut agama. Bahkan sebenarnya tidak perlu lagi umat Islam ini diajari tentang toleransi dan kerukunan.

Adanya orang nasrani di republik ini dan bisa beribadah dengan tenang selama ratusan tahun adalah bukti kongkrit bahwa umat Islam menghormati mereka. Toh mereka bisa hidup tenang tanpa kesulitan. Bandingkan dengan negeri di mana umat Islam minoritas, bagaimana mereka diteror, dipaksa, dipersulit, dibuat tidak betah, diganggu dan dianiyaya. Dan fakta-fakta itu bukan isapan jempol. Hal itu terjadi di mana pun di mana ada umat Islam yang minoritas baik Eropa, Amerika, Australia dan sebagainya. Jadi tidak mengucapkan selamat Natal itu justru toleransi dan saling menghormati akidah masing-masing.

Dan sebaliknya, saling memberi ucapan selamat justru menginjak-injak akidah masing-masing karena secara sadar kita melecehkan akidah yang kita anut. Nabi Isa itu memang nabi kita juga dan kita wajib beriman atas kenabiannya. Tetapi dalam perayaan Natal, memang ada masalah mendasar di luar urusan memberi ucapan selamat. Pertama, masalah ketidak-benaran tanggal atau bulan kelahiran Nabi Isa a.s. itu sendiri. Sehingga kalau toh kita ingin mengucapkan selamat Natal pada saat seperti itu, benarkah 25 Desember itu adalah hari lahirnya? Kedua, kalaulah benar beliau lahir pada tanggal itu, apakah bisa dibenarkan mengucapkan selamat atas hari lahir seorang nabi Isa a.s.? Padahal pada hari lahirnya nabi Muhammad sekalipun kita tidak diajarkan untuk saling mengucapkan selamat hari lahir. Bagaimana mungkin pada hari lahirnya Isa kita memberikan ucapan selamat ?

Dikutib dari sebuah sumber (anonymous)

Silakan Baca juga:

  1. Islam agama paling sulit? 
  2. Dosa-dosa besar (1) 
  3. Dosa besar (2) 
  4. Cara-cara Memandikan jenazah

0 comments:

Template by : kendhin x-template.blogspot.com