Para ulama telah sepakat menetapkan hukum air kencing manusia itu sebagai salah satu benda najis secara mutlak. Dasar penajisannya adalah hadits berikut ini: Dari Abu Hurairah ra. berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, ”Cucilah bekas air kencing, karena kebanyakan azab kubur itu karena masalah itu.” (HR Al-Hakim dan Ad-Daruquthuny). Selain oleh Abu Hurairah, hadits ini diriwayatkan oleh shahabat lainnya yaitu Anas dan Ibnu Abbas ra. Bila terkena air kencing saja sudah najis dan harus dicuci, apa lagi sampai meminumnya, tentu lebih tidak boleh lagi. Padahal orang yang teledor tidak membersihkan diri, pakaian dan tempat shalatnya dari najis diancam dengan siksa kubur, sesuai dengan hadits di atas. Karena itu, dalam pandangan kami, kita sebagai muslim yang taat kepada Allah dan rasul-Nya, sebaiknya tidak melakukan hal-hal yang sekiranya bertentangan dengan zahir hadits di atas. Bukankah selain teraphi ini juga ada obat dan metode penyembuhan yang bisa diandalkan? Sedangkan di sisi lain kita menemukan hadits nabawi yang menegaskan keharaman berobat dengan menggunakan hal-hal yang diharamkan Allah SWT. Dalam salah satu haditsnya, beliau bersabda " "Lam yaj'alillahu syifaa'a ummati fiimaa harrama 'alaiha." Dari Ummu Salamah ra. berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Allah SWT tidak menjadikan pengobatan ummatku dengan menggunakan hal-hal yang Allah haramkan atasnya." (HR Abu Daud) Imam Ibnu Hajar Al-Asqallani menuliskan dalam Fathul Baari, bahwa berobat dengan menggunakan sesuatu yang haram hukumnya juga haram. Benda yang najis itu hukumnya haram dikonsumsi, baik dimakan atau diminum, sehingga benda najis tidak boleh dijadikan sebagai obat yang dimakan. Kecuali di dalam keadaan yang darurat. Dan batasan darurat tentu ada dan bisa diketahui. Maka memakan bangkai dalam keadaan darurat dimana seseorang akan segera menemui ajal bila tidak memakan bangkai, beliau membolehkannya. Dalilnya adalah firman Allah SWT: ...Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS Al-Maidah: 3) Selain itu juga ada hadits lain yang melarang seseorang berobat dengan menggunakan benda yang haram: Dari Abi Ad-Darda' ra. bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Sesungguhnya Allah SWT telah menurunkan penyakit sekalian dengan obat. Maka Allah jadikan untuk tiap-tiap penyakit ada obatnya. Maka berobatlah, tapi jangan berobat dengan yang haram." (HR Abu Daud) Fadhilah Syeikh Ibrahim Jalhum, salah seorang ulama Al-Azhar dan Syeikh Masjid Az-Zaenabi di Cairo, mengatakan orang yang ingin berobat dari penyakit, maka hendaklah menggunakan pengobatan yang halal, serta meninggalkan pengobatan yang menggunakan benda-benda yang diharamkan Allah SWT. Sebab yang dipercaya sebagai obat, namun statusnya haram, pada hakikatnya bukan obat melainkan penyakit. Inilah yang 14 abad lalu disabdakan oleh Rasulullah SAW, "Itu bukan obat tetapi penyakit." Pengecualian Namun kenajisan air kencing ini dengan beberapa pengecualian, di antaranya: 1. Air Kencing Bayi Laki-laki Air kencing bayi laki-laki yang belum makan apapun kecuali susu ibunya, oleh sebagian besar ulama dikatakan tidak najis. Untuk mensucikannya cukup dengan dipercikan air pada tempat/pakaian yang kena air kencingnya. Hal yang sama juga berlaku pada muntahnya. (lihat Muhgni Al-Muhtaj , Kasysyaf Al-Qinaa` dan Al-Muhazzab ). Dalil yang digunakan adalah hadits berikut: Dari Ummi Qais binti Mihshan bahwa dia membawa anak bayi laki-lakinya yang belum makan apa-apa dan didudukkan oleh Rasulullah SAW di kamarnya, lalu anak itu kencing di baju beliau. Rasulullah SAW meminta diambilkan air dan dipercikkan air itu tanpa dicuci. (HR Bukhari dan Muslim). “Bekas kencing bayi wanita dicuci dan bekas kencing bayi laki-laki dipercikkan”. (HR Turmuzi dengan riwayat hasan). 2. Air Kencing Unta dan Hewan yang Dagingnya Halal Sedangkan air kencing unta kenajisannya masih merupakan khilaf di antara ulama. Oleh sebagian dari mereka diantaranya mazhab Imam Ahmad (Hanbali) menyebutkan bahwa kotoran unta dan air kencingnya tidak najis. Adanya riwayat yang menyebutkan bahwa mereka membolehkan untuk meminumnya. Namun mazhab syafi'i yang berkembang di negeri kita secara tegas mengangap kencing unta dan tahinya termasuk benda najis. 3. Air Kencing yang Telah Diproses Bila suatu benda najis telah mengalami proses kimiawi, sehingga bentuknya fisiknya sudah tidak seperti aslinya, maka tingkat kenajisannya bisa saja hilang. Para ulama fiqih telah menetapkan bahwa benda yang terkena najis bila telah dilakukan proses pencucian dan telah hilang warna, rasa dan aroma, maka hilanglah status kenajisannya. Bila air kencing seseorang telah dilakukan proses yang sedemikian rupa dimana wujudnya telah mengalami perubahan mendasar, lalu dari sebagian unsur dasarnya diambil dan dipisahkan, bisa saja unsur itu ketika sudah berdiri sendiri, telah berubah bukan lagi sebagai najis. Misalnya, air kencing didihkan dan uapnya didinginkan kembali (dicairkan), sehingga menjadi H2O murni (air), maka oleh para ulama dikatakan bahwa benda itu sudah mengalami istihalah (perubahan jati diri), sehingga hukumnya menjadi tidak najis. Kalau air kencing telah mengalami proses sedemikian rupa dan diambil hanya unsur-unsur yang bisa menyembuhkan, maka pandangan sebagian ulama adalah boleh. Dari sebuah sumber (anonymous) Baca juga: 1.Apakah Mani Najis? 2.Data Kemiskinan di Indonesia
Labels
- aqidah (33)
- Budaya (12)
- Ibadah (261)
- Kesalahan-Kesalahan dalam Thaharah (16)
- Lomba (2)
- Perjuangan (67)
- Sholat (70)
- Tips (6)
- Tips Wawancara (8)
Tips Menikah Islami
DOWNLOAD
Tuesday, September 1, 2009
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Blog Archive
-
▼
2009
(355)
-
▼
September
(46)
- Bacaan surat pada rekaat ketiga dan keempat dalam ...
- Nishfu Sya'ban
- Tentang Sighat Ta'liq dalam Pernikahan
- Hukum Rokok, Haram atau Makruh?
- Kewajiban/mendoakan terhadap Orang Tua Non Muslim
- Puji-pujian Menjelang Shalat Berjamaah
- Apakah Emas Putih Juga Haram Dipakai?
- Sejarah Azan dan Pensyariatannya
- Bersetubuh dengan Istri yang Sudah Ditalak dan Car...
- Di Tengah Shalat, Menyadari Aurat Terbuka
- Indonesia Kapan, Lebarannya?
- 1 Syawwal 1430 H di berbagai negara
- Posisi matahari dan Rukyat
- 29 Ramadhan 1430 H
- Fase Bulan baru (New Moon, bukan New Month)
- Hisab 1 Syawwal 1430 H (Idul Fitri di Seluruh Dunia)
- Muhammadiyah Pastikan Idul Fitri 1430 H pada Mingg...
- Utama mana yang bacaannya baik atau yang baik peri...
- Syarat yang Harus Terpenuhi untuk Menjadi Imam Shalat
- Siapa Yang Menentukan Nama-nama Surah, Juz, dan Ru...
- Shalat Sunnah Setelah Shalat Jum'at
- Takbiratul Ihram Shalat Id dan Dasar Takbiran di M...
- Menggerakkan Telunjuk Saat Tasyahud
- tata cara dan bacaan Jenazah/Shalat Ghaib
- Cara Sholat Gerhana
- Mengusap Wajah Setelah berdoa
- Menjama' Shalat dan Wudhu dengan Wajah Full Make-u...
- Menjawab Salam dan memberi isyarat Saat Shalat
- Membaca Hamdalah Saat Shalat karena Bersin dan Huk...
- Mengapa Imam Sholat Duduk Menghadap Makmum Selesai...
- Khutbah Jumat Khatib memegang/ pakai Tongkat, Adak...
- Tidur yang Dibenci, tidak mendapat rahmat, dan rej...
- Kitab "Sifat Shalat Nabi" karya Muhammad Nashirudd...
- Lebih Utama Sholat Tahiyatul Masjid atau Dengarkan...
- Kurangi Bau Mulut Saat Puasa dengan Buah dan Sayur
- Apa Bacaan Makmum Saat Imam Membaca Al Fatihah?
- Air musta'mal (sisa), bolehkan untuk berwudlu?
- Terlambat Shalat Jumat, apakah harus sholat dhuhur?
- Tidak Shalat Karena Terlupa atau Tertidur, Harus B...
- Bacaan di Sela-Sela Tarawih
- Batal Puasa Karena Salah Duga Mengira Sudah Maghri...
- Bermakmum pada Imam 23 Rakaat Lalu Pulang Setelah ...
- Meminum Air Kencing untuk Pengobatan, Bolehkah? (k...
- Larangan Menggambarkan Nabi Muhammad (Sejarah Peny...
- Makan Sahur Bersamaan dengan Adzan Shubuh
- Seputar Imsakiyah
-
▼
September
(46)
0 comments:
Post a Comment