Permasalahan menjama' sholat dan wajah full Make up di atas memang seringkali mengusik perhatian kita. Sebab sepintas terasa dilematis. Yaitu penganting (dan juga para pengiringnya) ingin tampil baik di depan para tamunya di hari bahagia itu. Salah satunya dengan cara mengenakan pakaian yang bagus dan bermake-up. Namun masalahnya timbul karena bermake-up bukan hal yang sederhana. Perlu waktu berjam-jam untuk membuat make up, padahal ada kewajiban untuk shalat 5 waktu yang mensyaratkan berwudhu'. Kalau sudah pakai make up lalu berwudu, sudah bisa dipastikan make up itu akan hancur berantakan.
Dalam keadaan itu, kita menyaksikan beragam ulah manusia dalam menyikapinya. Ada yang terlalu sayang dengan make up dan lebih memilih untuk tidak berwudhu dan juga tidak shalat sekalian. Pilihan ini rasanya cukup banyak dilakukan orang dan boleh jadi mewakili mayoritas masyarakat kita. Sehingga shalat wajib 5 waktu ditinggalkan demi make-up yang dibela agar jangan pudar. Tentu tindakan seperti ini bertentangan dengan ajaran agama. Pelakunya mencerminkan orang yang masih lemah imannya dan tidak paham wajibnya shalat 5 waktu.
Ada juga orang yang masih ingin memelihara shalatnya tapi tetap ingin mempertahankan make upnya. Pilihannya adalah menjama' shalat. Yaitu tidak melakukan shalat fardhu pada waktunya tetapi mengerjakannya di waktu yang lain. Pilihan ini sepintas memang kelihatan masuk akal, tapi perlu diteliti terlebih dahulu. Intinya, adakah kebolehan menjama' shalat ke waktu lain hanya lantaran takut make-up nya pudar?
Kalau kita teliti kitab-kitab fiqih yang muktabar, hal-hal yang membolehkan seseorang menjama' shalat itu sudah ditetapkan. Antara lain karena dalam perjalanan (safar) yang telah berjarak tertentu. Atau karena sakit yang membuat seseorang tidak mampu bangun. Atau karena turun hujan lebat. Atau karena perjalanan ibadah haji di Arafah dan Mina. Sedangkan bila alasannya hanya karena takut pudarnya make up, masih belum memenuhi syarat dibolehkannya menggabungkan 2 waktu shalat menjadi satu. Sehingga alternatif ini kurang memiliki landasan syariah yang kuat. Meski pun ada dalil umum yang menyebutkan bahwa Allah dan Rasul-Nyas tidak ingin memberatkan umatnya. “Allah tidak menjadikan dalam agama ini kesulitan.” (QS Al-Hajj: 78) Namun setiap keringanan dan kebolehan itu harus ada ukurannya. Sebab agama ini tidak boleh dijadikan bahan main-mainan semaunya. Misalnya, seorang yang sakit memang dibolehkan tidak berpuasa. Namun bukan tempatnya bila seorang meninggalkan kewajiban puasa Ramadhan hanya karena sakit gatal digigit nyamuk. Meski digigit nyamuk itu memang gatal dan sakit, tapi kadarnya tidaklah sampai membolehkan seseorang boleh meninggalkan puasa. Kecuali pendapat kalangan ahli zhahir yang membolehkannya.
Namun bila alasannya sangat kuat di mana seseorang secara teknis memang benar-benar tidak memungkinkan baginya untuk melakukan shalat, memang ada kebolehan untuk menjamak shalat. Asalkan alasannya memang benar-benar sangat teknis. Misalnya seorang yang terjebak macet total di tengah jalan tol dalam kota saat maghrib, sementara hari hujan dan dirinya sendirian mengemudikan mobil. Sebagaimana kita tahu, jalan tol dalam kota seperti di Jakarta tidak punya bahu jalan untuk sekedar meminggirkan mobil. Setiap detik luapan mobil di jalan itu bergerak meski sejengkal demi sejengkal. Sulit buat orang yang sedang dalam kondisi demikian untuk melakukan shalat Maghrib tepat waktu. Maka untuk sekali itu saja dan tidak boleh untuk seterusnya, dia diperkenankan menjamak shalat maghribnya itu ke shalat Isya'.
Dalilnya adalah hadits nabi SAW berikut ini: Dari Ibnu Abbas ra. Bahwa Rasulullah SAW menjama` zhuhur, Ashar, Maghrib dan Isya` di Madinah meski tidak dalam keadaan takut maupun hujan.” (HR Muslim )
Jalan Keluar
Sebenarnya masih ada celah sempit bagi anda untuk selamat dari hal ini. Yaitu tetap melakukan shalat Ashar dan Maghrib pada waktunya tanpa menjama' dan tetap dengan tetap bermake-up. Bagaimana mungkin? Caranya sederhana saja. Yaitu tahanlah selama mungkin agar anda tidak melakukan hal-hal yang membatalkan wudhu. Jangan buang air kecil, kentut, sengaja menyentuh lawan jenis (mazhab As-Syafi'i), terknena najis dan sebagainya. Beratkah? Tentu tidak.
Bukankah banyak sekali pengantin yang seringkali disyaratkan untuk berpantang tidak boleh makan ini dan itu beberapa hari menjelang hari H? Sekarang giliran hukum Islam memberikan syarat. Yaitu berwudhu'lah dengan sempurna sebelum memakai make-up, lalu pertahankan sebaik-baiknya agar wudhu' itu tidak batal hingga anda selesai shalat maghrib. Kalau anda mulai dirias jam 14.00, maka anda hanya butuh waktu sekitar 4 jam untuk menjaga wudhu' itu tetap ada. Selama itu, begitu masuk waktu Ashar dan Maghrib, anda tetap bisa melakukan shalat tanpa harus berwudhu'.
Tapi jangan sekali-kali berpikir untuk melakukan tayammum, karena make up anda akan lebih berantakan lagi. Sebab bertayammum itu menggunakan tanah bukan? Alternatif lain, lakukan acara seperti itu di luar kota yang jaraknya minimal sekitar 90-an km dari kota Anda. Dalam keadaan demikian, anda boleh menjama' shalat Zhuhur dan Ashar atau menjama' Shalat Maghrib dan Isya'. Sebab orang yang dalam perjalanan, dibolehkan untuk melakukan shalat jama'.
Silakan Baca:
Labels
- aqidah (33)
- Budaya (12)
- Ibadah (261)
- Kesalahan-Kesalahan dalam Thaharah (16)
- Lomba (2)
- Perjuangan (67)
- Sholat (70)
- Tips (6)
- Tips Wawancara (8)
Tips Menikah Islami
DOWNLOAD
Tuesday, September 8, 2009
Menjama' Shalat dan Wudhu dengan Wajah Full Make-up Ketika Walimahan
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Blog Archive
-
▼
2009
(355)
-
▼
September
(46)
- Bacaan surat pada rekaat ketiga dan keempat dalam ...
- Nishfu Sya'ban
- Tentang Sighat Ta'liq dalam Pernikahan
- Hukum Rokok, Haram atau Makruh?
- Kewajiban/mendoakan terhadap Orang Tua Non Muslim
- Puji-pujian Menjelang Shalat Berjamaah
- Apakah Emas Putih Juga Haram Dipakai?
- Sejarah Azan dan Pensyariatannya
- Bersetubuh dengan Istri yang Sudah Ditalak dan Car...
- Di Tengah Shalat, Menyadari Aurat Terbuka
- Indonesia Kapan, Lebarannya?
- 1 Syawwal 1430 H di berbagai negara
- Posisi matahari dan Rukyat
- 29 Ramadhan 1430 H
- Fase Bulan baru (New Moon, bukan New Month)
- Hisab 1 Syawwal 1430 H (Idul Fitri di Seluruh Dunia)
- Muhammadiyah Pastikan Idul Fitri 1430 H pada Mingg...
- Utama mana yang bacaannya baik atau yang baik peri...
- Syarat yang Harus Terpenuhi untuk Menjadi Imam Shalat
- Siapa Yang Menentukan Nama-nama Surah, Juz, dan Ru...
- Shalat Sunnah Setelah Shalat Jum'at
- Takbiratul Ihram Shalat Id dan Dasar Takbiran di M...
- Menggerakkan Telunjuk Saat Tasyahud
- tata cara dan bacaan Jenazah/Shalat Ghaib
- Cara Sholat Gerhana
- Mengusap Wajah Setelah berdoa
- Menjama' Shalat dan Wudhu dengan Wajah Full Make-u...
- Menjawab Salam dan memberi isyarat Saat Shalat
- Membaca Hamdalah Saat Shalat karena Bersin dan Huk...
- Mengapa Imam Sholat Duduk Menghadap Makmum Selesai...
- Khutbah Jumat Khatib memegang/ pakai Tongkat, Adak...
- Tidur yang Dibenci, tidak mendapat rahmat, dan rej...
- Kitab "Sifat Shalat Nabi" karya Muhammad Nashirudd...
- Lebih Utama Sholat Tahiyatul Masjid atau Dengarkan...
- Kurangi Bau Mulut Saat Puasa dengan Buah dan Sayur
- Apa Bacaan Makmum Saat Imam Membaca Al Fatihah?
- Air musta'mal (sisa), bolehkan untuk berwudlu?
- Terlambat Shalat Jumat, apakah harus sholat dhuhur?
- Tidak Shalat Karena Terlupa atau Tertidur, Harus B...
- Bacaan di Sela-Sela Tarawih
- Batal Puasa Karena Salah Duga Mengira Sudah Maghri...
- Bermakmum pada Imam 23 Rakaat Lalu Pulang Setelah ...
- Meminum Air Kencing untuk Pengobatan, Bolehkah? (k...
- Larangan Menggambarkan Nabi Muhammad (Sejarah Peny...
- Makan Sahur Bersamaan dengan Adzan Shubuh
- Seputar Imsakiyah
-
▼
September
(46)
0 comments:
Post a Comment