Friday, September 4, 2009

Air musta'mal (sisa), bolehkan untuk berwudlu?

Air musta'mal berarti air yang sudah dipakai, maksudnya yang telah digunakan untuk bersuci baik dalam berwudhu', mandi atau mencuci najis dalam kebanyakan pendapat ulama. Sedangkan istilah qullah adalah ukuran volume air.
Dalam banyak kitab fiqih disebutkan bahwa ukuran volume 2 qulah itu adalah 500 rithl Baghdad. Atau sama dengan 446 3/7 Rithl Mesir atau sama dengan 81 rithl Syam. Dalam ukuran masa kini kira-kira sejumlah 270 liter. Demikian disebutkan dalam kitab fiqih sebagaimana dikutip oleh Dr. Wahbah az-Zuhaili dalam Al-Fiqhul Islami Wa Adillatuhu.

Dalam mazhab Asy-Syafi'iyyah, bila air dalam suatu wadah jumlahnya kurang dari 270 liter dan kemasukan air yang sudah digunakan untuk berwudhu', maka air itu dianggap sudah musta'mal. Air itu suci tapi tidak bisa digunakan untuk bersuci (berwudhu' atau mandi). Tapi bila bukan digunakan untuk wudhu' seperti cuci tangan biasa, maka tidak dikategorikan air musta'mal. Karena istilah musta'mal yang maknanya sudah digunakan berkaitan dengan digunakan untuk wudhu' atau mandi saja, bukan digunakan untuk hal lainnya.

Pengertian Musta'mal di antara fuqoha mazhab :

  • Ulama Al-Hanafiyah Adalah air yang telah digunakan untuk mengangkat hadats (wudhu' untuk shalat atau mandi wajib) atau untuk qurbah (wudhu' sunnah dan mandi sunnah). Yang menjadi musta'mal adalah air yang membasahi tubuh saja dan bukan air yang tersisa di dalam wadah. Air itu langsung memiliki hukum musta'mal saat dia menetes dari tubuh sebagai sisa wudhu' atau mandi. Sedangkan air yang di dalam wadah tidak menjadi musta'mal. Bagi mereka, air musta'mal ini hukumnya suci tapi tidak bisa mensucikan. Artinya air itu suci tidak najis, tapi tidak bisa digunakan lagi untuk wudhu' atau mandi. 
  • Ulama Al-Malikiyah Air musta'mal dalam pengertian mereka adalah air yang telah digunakan untuk mengangkat hadats baik wudhu' atau mandi. Dan tidak dibedakan apakah wudhu' atau mandi itu wajib atau sunnah. Juga yang telah digunakan untuk menghilangkan khabats (barang najis). Dan sebagaimana Al-Hanafiyah, mereka pun mengatakan bahwa yang musta'mal hanyalah air bekas wudhu atau mandi yang menetes dari tubuh seseorang. Namun yang membedakan adalah bahwa air musta'mal dalam pendapat mereka itu suci dan mensucikan. Artinya, bisa dan syah digunakan untuk mencuci najis atau wadah. Air ini boleh digunakan lagi untuk berwudhu' atau mandi sunnah selama ada air yang lainnya meski dengan karahah.
  •   Ulama Asy-Syafi'iyyah Air musta'mal dalam pengertian mereka adalah air sedikit yang telah digunakan untuk mengangkat hadats dalam fardhu taharah dari hadats. Air itu menjadi musta'mal apabila jumlahnya sedikit yang diciduk dengan niat untuk wudhu' atau mandi meski untuk untuk mencuci tangan yang merupakan bagian dari sunnah wudhu'. Namun bila niatnya hanya untuk menciduknya yang tidak berkaitan dengan wudhu', maka belum lagi dianggap musta'mal. Termasuk dalam air musta'mal adalah air mandi baik mandinya orang yang masuk Islam atau mandinya mayit atau mandinya orang yang sembuh dari gila. Dan air itu baru dikatakan musta'mal kalau sudah lepas / menetes dari tubuh. Air musta'mal dalam mazhab ini hukumnya tidak bisa digunakan untuk berwudhu' atau untuk mandi atau untuk mencuci najis. Karean statusnya suci tapi tidak mensucikan. 
  •  Ulama Al-Hanbilah Air musta'mal dalam pengertian mereka adalah air yang telah digunakan untuk bersuci dari hadats kecil (wudhu') atau hadats besar (mandi) atau untuk menghilangkan najis pada pencucian yang terakhir dari 7 kali pencucian. Dan untuk itu air tidak mengalami perubahan baik warna, rasa maupun aromanya. Selain itu air bekas memandikan mayit pun termasuk air musta'mal. Namun bila air itu digunakan untuk mencuci atau membasuh sesautu yang diluar kerangka ibadah, maka tidak dikatakan air musta'mal. Seperti membasuh muka yang bukan dalam rangkaian wudhu'. Atau mencuci tangan yang bukan dalam kaitan wudhu'. Dan selama air itu sedang digunakan untuk berwudhu' atau mandi, maka belum dikatakan musta'mal. Hukum musta'mal baru jatuh bila seseorang sudah selesai menggunakan air itu untuk wudhu' atau mandi, lalu melakukan pekerjaan lainnya dan datang lagi untuk wudhu' / mandi lagi dengan air yang sama. Barulah saat itu dikatakan bahwa air itu musta'mal. Mazhab ini juga mengatakan bahwa bila ada sedikit tetesan air musta'mal yang jatuh ke dalam air yang jumlahnya kurang dari 2 qullah, maka tidak mengakibatkan air itu menjadi 'tertular' kemusta'malannya. 
Diolah dari sebuah sumber (Anonymous)
Wallahua’lam BAca Juga:
  1. Pembatal Tayamum 
  2. Sentuhan laki-perempuan tidak membatalkan Wudlu? 
  3. Keistimewaan Hari Jumat

0 comments:

Template by : kendhin x-template.blogspot.com